Ustadz Murhali
Ustadz Murhali Barda Ketua Front Pembela Islam Bekasi Raya “Untuk Umat Islam Saya Rela di Penjara”
“Dia bukan anggota FPI. Tapi terlihat sekali emosi terhadap kelakuan HKBP,” kata Murhali Barda, Ketua Front Pembela Islam (FPI) Bekasi Raya yang saat ini menjadi tahanan Polda Metro Jaya dengan status tersangka.
Kita, tambah Murhali, seharusnya malu kepada dia. “Kenapa bukan kita yang setiap hari meneriakkan ‘Allahu Akbar…Allahu Akbar’ Kenapa bukan para ulama atau santri yang melakukan hal itu?” gugahnya. Murhali sendiri mengaku belum mengenal dia. Ia juga mengklarifikasi tuduhan berita yang beredar kalau peristiwa itu penyerangan dari umat Islam.
“Mana mungkin kami melakukan penyerangan. Jumlah kami tidak lebih dari 15 orang, sementara mereka 200 orang lebih,” kata Murhali yang menceritakan kalau pada hari kejadian itu hanya ingin melaksanakan aksi damai.
Pertengahan Oktober lalu, Majalah Suara Hidayatullah membesuk Ustadz Murhali Barda yang ditempatkan di Rutan Narkoba Polda Metro Jaya. Tidak seperti tahanan yang lain, Murhali ketika itu mengenakan gamis panjang hitam, songkok putih, dan sandal karet kuning. “Perjuangan akan tetap berlanjut meski dari balik bui,” ujar Murhali mengawali pertemuan hari itu.
Bagi Murhali, air mata adalah hal yang mahal. Pantang bagi pejuang sepertinya, bulir-bulir putih itu keluar begitu saja. Murhali menangis lantaran ancaman kristenisasi di Bekasi yang semakin gencar. Terlebih mereka (HKBP—red) sudah merasa di atas angin, setelah Murhali berhasil dijebloskan ke dalam penjara.
Buktinya, tidak lama Murhali dijebloskan ke dalam penjara, HKBP melakukan gerilya ke tengah masyarakat untuk mendirikan gereja di tengah mayoritas Muslim. Termasuk, di kampung kelahiran pria murah senyum ini di Babelan. “HKBP meminta masyarakat untuk menandatangani surat dukungan pembangunan gereja, bahkan mereka meminta bantuan dari aparat keamanan,” akunya. Jelas saja ini semakin membuat Murhali kian geram.
Namun, apa boleh buat, untuk sementara waktu Murhali harus vakum. Tak ada yang bisa ia lakukan dalam sel berukuran 3×3 meter, kecuali terus mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT), sambil meneguhkan hati sembilan anggotanya yang juga turut dibui.
Berikut ini perbincangan wartawan Suara Hidayatullah, Ahmad Damanik, Ibnu Syafaat, Syaiful Anshor, dan fotografer, Muh Abdus Syakur bersama-sama jamaah Ustadz Murhali Barda saat membesuknya di dalam penjara.
Selamat membaca!*
Bagaimana keadaan Ustadz?
Kami bersama rekan-rekan di sini sehat dan tetap semangat. Allahu Akbar! Kita di sini tetap semangat mempertahankan perjuangan. Insya Allah.
Anda dituduh sebagai otak dari kasus Ciketing. Bagaimana tanggapan Anda?
Silakan mereka melakukan tuduhan. Memang saya yang melakukan koordinasi dalam aksi tersebut. Tapi soal penusukan, itu harus dibuktikan secara hukum. Insya Allah, saya yakin tidak bersalah, dan Allah akan membebaskan kami.
Mereka yang melakukan penusukan adalah seniman jalanan. Meskipun mereka bukan bagian dari kami (anggota FPI-red), tapi saya malu ternyata yang melakukan penusukan ini bukan dari kami yang setiap hari meneriakan “Allahu Akbar…Allahu Akbar.” Bukan juga dari kiai atau santri. Tapi dari seorang seniman jalanan. Semoga Allah meneguhkan pendiriannya, Allah berikan kekuatan kepadanya. Dan Allah takdirkan dia untuk bertemu dengan para mujahidin yang ada di tahanan.
Bagaimana kronologinya hingga Anda dijebloskan ke dalam penjara?
Teman-teman yang lebih dulu ditangkap menyebut-nyebut nama saya dalam BAP (Berita Acara Perkara). Dapat info demikian, bersama Habib Riziq, Munarman, dan Ustadz Shabri Lubis, saya datang ke kantor polisi pada 13 September 2010. Kami bertemu langsung dengan Kapolda, Timur Pradopo. Kapolda mengucapkan terima kasih, dan dia menyampaikan respon atas tindakan umat Islam. Akhirnya saya langsung dibawa ke penyidik, awalnya sebagai saksi.
Tapi pada malamnya, saya dinaikkan menjadi tersangka. Saya mengkoordinir mereka untuk melakukan aksi.
Apa poin-poin yang ditanyakan penyidik kepada Anda?
Tentang SMS yang saya kirimkan agar datang ke Ciketing untuk melakukan aksi penolakan terhadap HKBP.
Penyidik menanyakan juga soal penusukan?
Iya. Saya tidak mengatakan apa yang tidak saya ketahui. Saya tidak tahu sama sekali. Akhirnya, saya dimasukan dengan tahanan Kriminal Umum (Krimum), ketemu dengan saudara-saudara di sana, ketemu perampok.
Polisi mengarahkan peristiwa penusukan itu seperti sudah diskenariokan. Mereka terjebak pernyataan seorang politisi partai nasionalis di Bekasi yang menyatakan penusukan itu telah terencana. Mereka berusaha mengkait-kaitkan.
Isu Ciketing terangkat luas hingga ke luar negeri. Anda sudah mengira berita ini akan begitu besar?
Memang sempat terpikir. Sebelum kasus Ciketing, kami sudah melakukan penolakan terhadap HKBP di Jati Mulya. Sampai di Jati Mulya, Kapolda yang lama, Irjen Firman Gani datang ke tempat itu, apa yang dia katakan, “Yah beginian doang gua disuruh turun.” Dari itu sudah menduga, karena mereka pakai para wartawan asing. Dan mereka tidak segan-segan memberikan uang kepada para wartawan itu.
Tapi, subhanallah dengan kejadian ini banyak hikmahnya.
Apa hikmahnya?
Dengan kejadian Ciketing, umat Islam bersatu. Jangan lagi ada prasangka. Tapi yang paling saya syukuri, Allah menyatukan umat Islam Bekasi. Kemudian, pemerintah juga memutuskan masalah Ciketing. Kalau tidak terjadi penusukan, tidak putus-putus masalah Ciketing.
Dalam pengamatan Anda, separah apa geliat kristenisasi di Bekasi?
Mereka sudah masuk ke urat nadi perekonomian kita. Dengan sistem rentenir, mereka meminjamkan uang kepada masyarakat kecil dan pedagang kecil. Setelah diberi uang dengan bunga yang tinggi dan lalu tidak bisa bayar, akhirnya diajak ke gereja. Itu banyak terjadi. Makanya, bismillah, yang mau bantu perlawanan dengan saya, ayo ikut, kalau nggak ya sudah. Jadi, bukan tanpa dasar kami melakukan pergerakan itu. Dengan dasar yang betul-betul valid kami melakukan itu, untuk menjaga umat Islam di Bekasi.
Sudah lama Anda memantau pergerakan kristenisasi di Bekasi?
Sekitar lima tahun lebih. Sekarang yang lebih rawan di Kabupaten Bekasi, lebih luas daerahnya. Apalagi dengan masuknya Murhali ke sini (penjara-red), sudah tidak ada lagi yang koar-koar. Bahkan di kampung saya sendiri, Babelan, mereka mencoba melobi masyarakat untuk menandatangani rencana pembangunan gereja. Dengan menyuruh Kapolsek datang ke rumah saya minta tandatangan. Nggak tahu di daerah lain.
Melihat pergerakan Kristen di Bekasi yang sudah semakin menjadi-jadi, apa yang harus dilakukan umat Islam?
I’dad boleh. Yang kita perlu gencarkan adalah dakwah ke setiap pelosok. Maka itu, dengan adanya KUIB, harus ada dana untuk para dai yang berdakwah di pelosok. Itu yang harus dilakukan, jangan perang dulu. Mereka itu sesungguhnya takut mati. Mereka banci. Lebih dikedepankan perempuan. Itu liciknya mereka.
Bagaimana sekte lainnya di Bekasi?
Mereka berlindung di balik HKBP. Intinya, mereka ingin menghapuskan SKB. SKB belum dihapus saja mereka sudah berani. Apalagi kalau sudah dihapus.
Dukungan apa yang Ustadz ingin dapatkan dari umat Islam untuk membendung kristenisasi?
Dukungan pertama adalah doa. Kedua, Aji tidak ada orangtua. Supri pengamen yang tergabung dalam seniman jalanan. Mereka butuh dukungan, mereka butuh support. Selama umat Islam di Bekasi kuat, kami kuat. Tapi jika umat Islam di Bekasi lemah, perjuangan kami bisa sia-sia.
Apa yang mendorong Anda concern menolak pembangunan HKBP?
Barang siapa yang tidak peduli dengan urusan umat Islam, maka bukan bagian dari kami. Kami peduli dengan warga Ciketing. Dan kami dengar, dengan masuknya kami di tahanan Polda ini, ternyata HKBP berulah di Babelan. Karena itu, kami mohon saudara yang ada di sana merapat ke Babelan. Lakukan apa yang bisa dilakukan.
Bagaimana nasib perlawanan terhadap kristenisasi di Bekasi dalam keadaan Ustadz di penjara?
Iya akan tetap. Madumtu hayyan (Selama saya masih hidup), saya akan berjuang.
Bagaimana dengan warga Ciketing sendiri?
Kita telah koordinasikan sebelumnya dengan warga Ciketing. Tapi, ketika hari H-nya, Ciketing seolah menjadi kuburan. Ustadz Sahri rumahnya dipalang, rumah penduduk di palang. Ada apa ini? Saya telepon mereka, tapi tidak diangkat.
Menurut Anda apa yang terjadi?
Ada upaya peredaman yang dilakukan oknum tertentu. Mungkin dalam hal ini, saya punya firasat. Insya Allah jitu. Dan saya bisa tunjuk hidungnya. Elu, elu, elu.
Bagaimana rekan lainnya yang tertangkap?
Mereka tertangkap lebih dulu, tidak mungkin tanpa sebab. Sebagai amir, saya bertanggungjawab. Saya harus berani, meski harus dipenjara. Saya harus meneguhkan saudara-saudara kita juga. Itu yang lebih penting. Risiko pasti ada. Pasti ada asam- garam perjuangan. Allah pasti melihat hamba-Nya. Kalau saudara-saudara kita dianggap Allah tidak salah, pasti dibebaskan. Polisi-polisi di sini juga punya hati nurani. Insya Allah.
Apa harapan Anda?
Saya hanya menginginkan persatuan dan kesatuan umat Islam. Biarlah kami yang ditahan sebagai pondasi persatuan itu. Kamilah air yang merekatkan unsur-unsur bangunan. Kami rela berapa pun lamanya kami di penjara, asalkan saudara–saudara kaum Muslim tetap bersatu mengedapankan kemaslahatan bersama umat.
Untuk Islam saya rela di penjara. Dan kepada alim ulama tolong jaga masyarakat, karena pengaruh kristenisasi sudah masuk hingga tingkat RT.
Sekarang apa rencana Anda selama menempuh proses hukum ini?
Untuk sementara, saya harus vakum dulu, sambil nunggu keluar. Setelah itu, saya baca peta lagi. Apa yang harus kita petakan. Kita koordinasi lagi dengan teman-teman.* SUARA HIDAYATULLAH, NOPEMBER 2010
Ajarkan Perjuangan kepada Buah Hati
Penjara adalah tempat ber-uzlah dan berdakwah. Demikian keyakinan Murhali selama di penjara. “Kata Ibnu Taimiyah, bagi seorang mujahid, hidup di bumi itu biasa, kalau hidup di penjara itu uzlah, kalau dibuang dari negerinya berarti tamasya,” ujar Murhali mantap.
Di tempat “uzlah”nya ini, Murhali justru merasakan menjadi manusia yang bermanfaat. Murhali mengaku bisa mengajarkan agama Islam kepada para tahanan lainnya. “Sekitar 50 orang tahanan yang ada di Rutan Narkoba Polda minta belajar mengaji kepada saya,” ujar pria yang kerap mengisi acara Samara di Radio Dakta Bekasi ketika masih di luar penjara.
Pria kelahiran Bekasi, 20 Juni 1973 ini mengaku senang berada di penjara. “Saya tidak merasa sendirian berada di penjara. Apa yang saya lakukan ini belum apa-apa. Di tempat mana Allah tempatkan kita, insya Allah ada manfaatnya untuk orang lain,” kata Murhali yang kini mendapatkan pembelaan hukum dari pengacara FPI.
Putra pertama dari tujuh bersaudara ini lahir dari pasangan Barda dan Warsih. Sejak kecil mendapatkan pendidikan dari sang kakek, Wahab, dengan penuh disiplin. Kakeknya juga yang menyekolahkan Murhali di madrasah. Pemahaman agamanya semakin luas setelah ia lulus dari Pondok Modern Darussalam Gontor. Sementara itu, pengetahuan tentang gerakan pemurtadan sedikit banyak ia peroleh dari hasil diskusi dengan Abu Deedat Syihabuddin, pakar Kristologi
Melihat situasi Bekasi yang penuh dengan geliat kristenisasi membuat Murhali geram. Akhirnya, ayah empat orang anak ini memutuskan untuk bergabung bersama Front Pembela Islam (FPI) untuk membentengi akidah umat Islam di Bekasi.
Bagaimana cerita keterlibatannya dalam pergerakan Islam di Bekasi? Bagaimana dukungan keluarga selama ia di penjara? Dan, apa saja kegiatan Ustadz Murhali selama di penjara. Berikut perbincangannya dengan suami dari Eni Komalasari ini.
Bagaimana ceritanya Anda terlibat dalam perjuangan melawan kristenisasi?
Saya lama di Radio Dakta, Bekasi. Tahu perkembangan dari interaksi masyarakat. Mirisnya, saya tidak dapati kepedulian dari ulama. Mereka peduli sebatas di mimbar saja. Untuk mengobarkan gerakan melawan kristenisasi belum ada. Nah, berawal tahun 2008, ketika Kristen mempunyai program Bekasi Berbagi Bahagia. Kita semua turun waktu itu.
Semenjak itu kita mulai membangun jaringan komunikasi sinergis antar aparat dengan masyarakat. Tanpa tendensi apapun. Karena selama ini, ada kesan kalau dekat dengan aparat minta sesuatu. Saya sering dikasih apa-apa oleh orang, tapi saya tolak.
Seperti apa yang pernah Anda alami?
Suatu ketika diskotik Dolfin, Kali Malang telepon saya. Saya kaget dan bilang, mau apa? Saya tanya, gimana Dolfin, ada jablaynya nggak? Katanya sih nggak. Dan dia bolehkan kita cek. Dari situ dia mulai respek ke saya. Sebelumnya, mereka sering diminta ini-itu oleh salah satu ormas. Dolfin pernah saya obrak-abrik. Di mata polisi, saya masih bersih. Dan memang tidak ada niatan untuk dapat “beginian”.
Kalau mau kaya di Bekasi ini gampang saja. Pabrik di Bekasi ribuan. Seandainya kita mau minta jatah seratus ribu saja per bulan, coba dapat berapa? Belum tempat yang abu-abu. Karena kita niatkan perjuangan, mereka jadi segan dan enggan untuk melakukan pelanggaran.
Apa saja kegiatan Anda selama di penjara?
Alhamdulillah. Di dalam saya ngajar 50 orang. Pak Antasari datang ke kamar. Ketemu bawain biscuit. Kemudian ngobrol. Sekarang saya butuh al-Qur`an terjemahan untuk mengajar mereka. Selain mengajar, saya juga sering mendapat curhatan dari para tahanan. Alhamdulillah, tahanan Krimum yang tadinya tak pernah shalat, sekarang ikut shalat.
Ada lagi kegiatan selain itu?
Di penjara tak bisa kemana-mana. Paling-paling nulis, baca al-Qur`an, minimal satu juz satu hari. Dan itu juga saya wajibkan kepada teman-teman yang lainnya.
Mengapa diwajibkan satu juz satu hari?
Mereka (anggota FPI-red) yang ada di penjara sekarang masih memerlukan support spiritual. Itu juga untuk menjaga mereka agar tidak stress selama menjalani hukuman. Kadang-kadang saya suka menegur kalau ada di antara mereka yang bengong sendiri.
Ustadz hobinya sepakbola, apakah selama di penjara ada kegiatan olahraga?
Nggak bisa. Paling di kamar, lompat-lompat saja.
Bagaimana dengan dukungan keluarga?
Ibu agak lemah, karena saya anak lelaki tunggal. Lemah menerima kondisi. Tapi
ketika ke sini saya bilang, “Emak…Abah, jangan ditangisi. Insya Allah tak lama.” Meski demikian, orangtua saya mendukung apa yang saya lakukan.
Apa yang Ustadz katakan kepada keluarga selama ada di penjara?
Saya sudah bilang ke istri, malam sebelum saya berangkat ke Polda. Sekitar pukul empat dini hari. Kalau saya nggak pulang jangan dicari. Istri saya nanya kemana? Saya bilang ya ditangkap. Ya sudah, risikonya harus ditanggung sama-sama. Alhamdulillah, istri saya insya Allah kuat. Anak-anak ngerti. Dan mudah-mudahan jadi pembelajaran bagi anak-anak.
Saya juga katakan kepada anak-anak, “Nak, Abi berjuang ya. Jagain Ummi ya!” Dan, kemarin, ketika datang, mereka ketawa, wah, Abi dipenjara. Mereka tahu, kalau saya berjuang. Saya mengajarkan apa yang saya tahu tentang Islam.*** SUARA HIDAYATULLAH, NOPEMBER 2010
Habib Rizieq Shihab
Ketua Umum DPP Front Pembela Islam
“Semua Sepakat, Murhali Pejuang”
Murhali Barda yang saya kenal adalah sosok aktivis yang militan, jujur, istiqamah, dan berani. Dia bergabung dengan FPI sejak pertama kali FPI berdiri di Bekasi.
Ketika Murhali disebut-sebut polisi terlibat dalam kasus Ciketing, dia datang ke DPP FPI. Saya bilang, apakah mau melakukan perlawanan, siap ditangkap secara hukum, atau buron. Tapi, Murhali cerdas. Dia memilih mendatangi Polda mempertanyakan soal dirinya yang disebut pihak kepolisian. Jika terbukti bersalah dia siap ditangkap, jika tidak harus dilepaskan. Dia gentel, baru disebut saja, dia sudah datang ke Polda. Ketika itu kita antar ke kapolda sebagai bentuk tanggung jawab sebagai masyarakat.
Bandingikan dengan pemred majalah Play Boy. Sudah divonis dua tahun penjara sejak setahun yang lalu, masih lari-lari, dan akhirnya jadi buronan. Kan beda, Murhali belum divonis, dipanggil pun belum oleh polisi, baru disebut nama beliau sudah menghadap. Patut dihargai.
Murhali tidak salah. Hasil investigasi DPP FPI, Murhali tidak main sendiri, tidak kerja sendiri, menghargai keputusan organisasi, dan tidak melanggar prosedur organisasi. Karena itu, DPP FPI minta agar Murhali dibebaskan. Apalagi penusuknya sudah diketemukan. Kita minta agar Murhali dibebaskan. Tim pembela hukum FPI akan coba terus, sekurang-kurangnya ditangguhkan.
Habib berpesan, baik kepada Ustadz Murhali atau anggota FPI lainnya yang kini menjadi tahanan, harus sabar dan tabah, sehingga bisa menempa hati agar lebih gigih menghadapi tantangan perjuangan yang lebih besar lagi. Tidak ada satu pun gerakan di Bekasi yang menilai Murhali pecundang. Semua sepakat, Murhali pejuang. Buktinya setelah kejadian itu, ribaun orang di Bekasi turun ke jalan untuk melanjutkan perjuangan Murhali.
Kini DPP FPI sedang melakukan dua hal. Pertama, membela secara hukum Murhali Barda dana kawan-kawan, termasuk masyarakat Bekasi yang bukan anggota FPI. Kedua, melakukan tuntutan balik terhadap HKBP yang telah melakukan pelanggaran hukum, yaitu menjadikan rumah tinggal sebagai gereja liar.*
Dhanny Wahab
Manager Program Radio Dakta 107 FM Bekasi
“Berani Tanggung Jawab”
Saya mengenal Ustadz Murhali Barda sejak tahun 2003. Beliau merupakan salah satu narasumber tetap di Radio Dakta 107 FM Bekasi. Ustadz Murhali sosok yang istiqamah dalam memperjuangkan syariat Islam. Ia kerap melakukan advokasi terhadap umat Islam dari serangan kristenisasi.
Ustadz Murhali tidak hanya berdakwah melalui lisan, melainkan juga tindakan. Ini dibuktikan saat turun langsung ke lapangan memimpin aksi-aksi penolakan kristenisasi di Bekasi. Tak banyak ustdaz di Bekasi yang seperti beliau. Semangatnya luar biasa. Ia sosok yang berani bertanggung jawab. Saat kasus Ciketing, ia dengan jiwa ksatria memberikan kesaksian kepada pihak kepolisian.
Dalam keseharian, dia tampil apa adanya. Sangat sederhana. Ia lebih senang disebut sebagai kiai kampung. Ia sosok yang humoris, para karyawan Dakta pun mengakuinya. Ustadz Murhali juga selalu menyelaraskan antara perkataan dan perbuatan. *** SUARA HIDAYATULLAH, NOPEMBER 2010