Archives

Begini Loh Shalatnya Umat Islam Seharusnya...!!!

Di dalam Islam keteladanan itu menjadi sangat penting. Allah swt menjadikan Rasulullah Muhammad saw sebagai teladan bagi kaum muslimin.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” QS. Al Ahzab.
Dalam beberapa hal Rasulullah saw mengharuskan umatnya untuk menirukan apa yang dilakukannya, antara lain:
وَعَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّه صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
{ صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي } رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ
Dari Malik Ibnu Al Huwairits ra berkata. Rasulullah saw bersabda: “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihatku shalat.” Al-Bukhari
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا -: أَنَّ النَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: “خُذُوا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ” رَوَاهُ أَحْمَدُ ومُسْلِمٌ وَالنَّسَائِيُّ
Dari Jabir bin Abdullah ra bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: “Ambillah dariku manasik (haji) kalian.” Ahmad, Muslim, dan An Nasa’i
Dan banyak lagi dalil-dalil yang menegaskan bahwa keteladanan adalah bagian penting dari ajaran Islam.

tulisanku kali ini ingin mengajak kita semua untuk mengaplikasikan hadits diatas tentang  tata cara shalat Rasulullah sallahu 'alaihi wasallam sesuai dengan tuntunannya.berikut ini step by stepnya : 


Tata Cara Sholat 1 300x187 Tata Cara Shalat (Foto)
Tata Cara Sholat 2 300x192 Tata Cara Shalat (Foto)
Tata Cara Sholat 31 300x172 Tata Cara Shalat (Foto)Tata Cara Sholat 4 300x180 Tata Cara Shalat (Foto)
Tata Cara Sholat 5 300x187 Tata Cara Shalat (Foto)Tata Cara Sholat 6 300x165 Tata Cara Shalat (Foto)
Tata Cara Sholat 7 300x200 Tata Cara Shalat (Foto)Tata Cara Sholat 8 300x206 Tata Cara Shalat (Foto)
Tata Cara Sholat 9 300x182 Tata Cara Shalat (Foto)Tata Cara Sholat 10 300x168 Tata Cara Shalat (Foto)
Tata Cara Sholat 11 Tata Cara Shalat (Foto)Tata Cara Sholat 12 300x163 Tata Cara Shalat (Foto)
Tata Cara Sholat 13 300x177 Tata Cara Shalat (Foto)Tata Cara Sholat 14 300x186 Tata Cara Shalat (Foto)
Tata Cara Sholat 15 300x164 Tata Cara Shalat (Foto)Tata Cara Sholat 16 300x180 Tata Cara Shalat (Foto)
Tata Cara Sholat 17 300x215 Tata Cara Shalat (Foto)Tata Cara Sholat 18 Tata Cara Shalat (Foto)
Baca selengkapnya Bagikan

Apa jadinya Beramal Tanpa Ilmu?

KETIKA BERAMAL TANPA ILMU

Oleh
Ustadz Armen Halim Naro





Sebagai seorang muslim tentu setiap kali mendirikan shalat lima waktu, atau shalat-shalat yang lainnya. Dia selalu meminta ditunjukan shirathul mustaqim. Yaitu jalan lurus yang telah lama dilalui oleh orang-orang yang telah diberi nikmat, dan dijauhkan dari jalan orang-orang maghdhubi `alaihim (orang-orang yang Engkau murkai), juga jalan orang-orang dhallin (orang-orang yang sesat). Dalam tafsiran, dua kelompok diatas disebutkan [1], bahwa orang-orang mahgdhubi ‘alaihim adalah Yahudi, sedangkan orang dhallin adalah Nashara.

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah,”Dan perbedaan antara dua jalan -yaitu agar dijauhi jalan keduanya-, karena jalan orang yang beriman menggabungkan antara ilmu dan amal. Adalah orang Yahudi kehilangan amal, sedangkan orang Nashrani kehilangan ilmu. Oleh karenanya, orang Yahudi memperoleh kemurkaan dan orang Nashrani memperoleh kesesatan. Barangsiapa mengetahui, kemudian tidak mengamalkannya, layak mendapat kemurkaan. Berbeda dengan orang yang tidak mengetahui. Orang-orang Nashrani, ketika mempunyai maksud tertentu, tetapi mereka tidak memperoleh jalannya, karena mereka tidak masuk sesuai dengan pintunya. Yaitu mengikuti kebenaran. Maka, jatuhlah mereka ke dalam kesesatan.”[2]

Banyak orang yang menyangka, bahwa banyak amal dan ibadah sudah mendapat jaminan untuk hari akhiratnya, sekurang-kurangnya merupakan tanda kebenaran dan bukti keshalihan. Begitulah sering kita dengar, dan itulah fenomena yang terjadi di kalangan kaum muslimin. Kalaulah kita mencoba untuk mengingat surat yang telah sering kita dengar ini, maka semua sangkaan dan dugaan kita selama ini, akan bisa kita ubah untuk hari besoknya. Dapat dibayangkan, seseorang yang mempunyai amalan sebanyak pepasiran di pantai, akan tetapi setelah ditimbang, dia bagaikan debu yang beterbangan, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا

Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. [Al Furqan:23].

Bukan saja amalannya tidak dianggap sebagai amalan yang diterima, bahkan dialah penyebab masuknya ke dalam api neraka. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ عَامِلَةٌ نَاصِبَةٌ تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً

Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan? Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat panas (neraka). [Al Ghasyiah:1- 4].

Berkata Ibnu Abbas,”Khusyu`, akan tetapi tidak bermanfaat amalannya,” diterangkan oleh Ibnu Katsir, yaitu dia telah beramal banyak dan berletih-letih, akan tetapi yang diperolehnya neraka yang apinya yang sangat panas [3]. Oleh sebab itu, Imam Bukhari membuat bab di dalam kitab Shahih Beliau, Bab: Berilmu sebelum berucap dan beramal.”

KEUTAMAAN ILMU DALAM AL QURAN
Ayat yang menerangkan tentang keutamaan ilmu dan celaan terhadap orang yang beramal tanpa ilmu sangatlah banyak [4]. Allah Subhanahu wa Ta'ala membedakan antara orang yang berilmu dengan orang yang bodoh, bagaikan orang yang melihat dengan si buta.

أَفَمَنْ يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَى

Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? [Ar Ra`ad:19].

Bahkan tidak sekedar buta, akan tetapi juga tuli dan bisu .

Di berbagai tempat dalam Al Qur’an Allah l mencela orang-orang yang bodoh, yaitu:

وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. [Al Araf:187].

وَأَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ

Dan kebanyakan mereka tidak berakal. [Al Maidah:103].

Bahkan mereka disamakan dengan binatang, dan lebih dungu daripada binatang:

إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الصُّمُّ الْبُكْمُ الَّذِينَ لَا يَعْقِلُونَ

Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi Allah, ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apa-apa. [Al Anfal: 22].

Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan, bahwa orang-orang bodoh lebih buruk dari binatang dengan segala bentuk dan macamnya. Dimulai dari keledai, anjing, serangga, dan mereka lebih buruk dari binatang-bintang tersebut. Tidak ada yang lebih berbahaya terhadap agama para rasul dari mereka, bahkan merekalah musuh agama yang sebenarnya.

Lebih dari itu, bahwa syariat membolehkan sesuatu yang pada asalnya haram, karena yang satu berilmu dan yang satu lagi tidak berilmu. Yaitu dihalalkannya memakan daging hasil buruan anjing yang diajarkan berburu, berbeda dengan anjing biasa yang menangkap mangsanya.

يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَمَا عَلَّمْتُمْ مِنَ الْجَوَارِحِ مُكَلِّبِينَ تُعَلِّمُونَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللَّهُ فَكُلُوا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ

Mereka menanyakan kepadamu,"Apakah yang dihalalkan bagi mereka?" Katakanlah,"Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka, makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisabNya." [Al Maidah:4] [5]

Sedangkan sunnah dan atsar Salaf sangat banyak sekali yang menerangkan permasalahan ini.

Setelah ini semua, ketika seorang muslim mengarahkan pandangannya kepada jamaah-jamaah yang menisbatkan diri kepada Islam, maka didapatkan bahwa dakwah mereka bermuara kepada suatu persamaan. Yaitu tidak mempedulikan ilmu syariat dan tenggelam ke dalam lumpur kebodohan. Inilah yang menyebabkan banyaknya terjadi penyelewengan terhadap pemahaman Islam.

Ini sebelum mereka, satu kelompok yang disebut Khawarij, sampai-sampai Nabi menyebutkan, bahwa amalan para sahabatnya jika dibandingkan dengan amalan mereka tidak ada apa-apanya. Shalat mereka, jika dibandingkan shalat kita tidak apa-apanya. Mereka orang-orang yang ahli ibadah. Siang harinya bagaikan singa yang bertempur, dan pada malam harinya bagaikan rahib ... Akan tetapi, apa akhir dari cerita mereka? Nabi telah mengabarkan kepada kita, bahwa Islam mereka hanya sebatas kerongkongan saja ... Mereka keluar dari Islam, sebagaimana keluarnya anak panah dari buruannya; mereka dikatakan anjing-anjing neraka. Barangsiapa yang berhasil membunuh mereka, akan mendapat ganjaran di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bahkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah berazam, jika Beliau bertemu dengan zaman mereka, maka Beliau akan memeranginya, sebagaimana diperanginya kaum `Ad ...

Pada masa sekarang, tumbuh berkembang suatu jamaah. Yaitu jamaah yang didirikan di atas bid`ah dan khurafat, dan syirik. Didirikan dengan aqidah As`ariyyah Maturidiyyah. Membaiat para pengikutnya dengan empat tharikat tasawuf: Jistiyyah, Qadiriyyah, Sahruwardiyyah dan thariqat Naqsyabandiyyah.

Sedangkan pada masalah aqidah dan tauhid. Mereka tidak lebih mengerti tentang tauhid bila dibandingakan dengan orang-orang musyrik Arab pada zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka hanya mengakui tauhid Rububiyyah dengan tafsiran syahadat tauhid tersebut. Dan tidak mengetahui tentang apa yang dimaksud dengan tauhid Uluhiyyah. Adapun pada tauhid Asma` wa Shifat, maka mereka berada diantara aqidah Asyariyyah dan Maturidiyyah. Sebagaimana diketahui, bahwa kedua mazhab tersebut terkhusus dalam tauhid ini, telah melenceng dari mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Adapun tentang ibadah dan suluk mereka; maka mereka dibaiat dengan empat thariqat dan mengamalkan dzikir-dzikir serta shalawat yang dipenuhi bid`ah dan khurafat. Seperti membaca (la ilaha) empat ratus kali, dan (Allah, Allah) enam ratus kali setiap hari. Buku shalawat yang sering dibaca oleh mereka, ialah kitab shalawat yang masyhur bid`ah dan ghuluw kepada Nabi. Yaitu kitab Dala-ilul Khairat, Burdah.

Adapun kitab yang paling berarti bagi mereka, apa yang disebut dengan Tablighi Nishab. Dikarang oleh salah seorang pendiri mereka. Kitab ini nyaris dimiliki dan dibaca oleh setiap jamaah, melebihi membaca kitab Shahih Bukhari. Kitab ini dipenuhi dengan khurafat, syirik, bid`ah, dan hadits-hadist palsu, serta hadist-hadist lemah. Begitu juga dengan kitab Hayat Ash Shahabah, yang dinamalkan mereka, dipenuhi dengan khurafat serta kisah-kisah yang tidak benar, dan begitu seterusnya ...

Kesimpulan tentang jama’ah ini ialah, bahwa mereka merupakan jama’ah yang tidak peduli terhadap ilmu dan ulama, berdakwah di atas kebodohan [6], dengan bukti hadist yang selalu mereka dendangkan yaitu, “sampaikan dariku sekalipun satu ayat”. Hadits ini sekalipun shahih, akan tetapi yang tidak shahih ialah cara pemahaman mereka terhadap hadits ini. Setiap orang yang masuk ke jemaah ini sudah layak menjadi juru dakwah dari rumah ke rumah yaitu untuk mengajak kepada jemaah mereka dengan alasan hadist di atas. Atau mereka membaca buku fadhilah di masjid ...dan mereka permisalkan bahwa umat Islam sekarang bagaikan (orang yang sedang tenggelam yang harus diselamatkan). Tidak tahu mereka bahwa belajar berenang tidak bisa dalam satu hari atau dua, sehingga dia dapat menyelamatkan yang mau tenggelam tadi, atau malah yang awalnya hendak menolong karena tidak bisa berenang sama-sama tenggelam kedalam lautan dosa dan kesalahan.

Bukankah pada zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, ketika salah seorang sahabat terluka, kemudian junub ketika musim dingin, dan dia bertanya kepada salah seorang diantara mereka. Apakah ada rukhsah untuk tidak mandi? Yang ditanya menjawab: tidak! Maka, mandilah sahabat tadi yang menyebabkannya meninggal. Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar cerita ini, Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam marah besar, dan berkata,”Sungguh kalian telah membunuhnya. Semoga kalian diberi balasan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mengapa kalian tidak bertanya jika tidak mengetahui? Karena obat dari tidak tahu ialah bertanya.”

Yang lebih menarik untuk mengkaji jama’ah ini ialah, karena mereka jama’ah bunglon. Berubah setiap hinggap, dan bertukar warna sesuai dengan lingkungannya. Apakah mereka ini tidak mempunyai pendirian yang kuat dan tidak mempunyai pondasi yang kokoh? Ataukah demikian metode dakwah mereka, yaitu mengumpulkan semua warna dan kelompok di bawah naungan kelompok mereka?

Oleh sebab itu, jama’ah ini yang berada di tempat pembaca, berbeda dengan mereka yang berada di tempat penulis. Bisa saja, di satu tempat mereka mempelajari suatu pelajaran yang benar bukan karena ajaran tersebut, akan tetapi karena lingkungan yang membuatnya terpaksa memulainya dari sana. Dan bisa saja sebaliknya, menjadi pembawa bendera bid`ah serta sebagai penyebarnya.

Jama’ah ini paling mudah terpengaruh oleh suasana, karena permasalahan tadi. Yaitu, mereka tidak dididik di atas ilmu yang shahih. Maka, anda akan melihat mereka bagaikan baling-baling di atas bukit. Bak sebuah bulu ayam di padang pasir, mengikuti apa yang dikehendaki oleh angin.

Kalaulah mereka tidak diikat dengan pertemuan-pertemuan di masjid-masjid dan tamasya-tamasya ke negeri-negeri kesayangan mereka -sekalipun negeri tersebut adalah tempat sarang berhala terbanyak di dunia-, maka penulis yakin, mereka akan berantakan. Dan jama’ah mereka akan terpengaruh oleh jama’ah lain, atau kembali kepada kepada asal mereka.

Mungkin ada terbetik pertanyaan. Bukankah keberhasilan mereka mengeluarkan orang-orang dari tempat-tempat maksiat, dan membuatnya bertaubat ini sebagai salah satu dari kebaikan dan kesuksesan jama’ah ini dalam berdakwah?!

Maka, kita perhatikan jawaban Syaikh Aman Ali Al Jami rahimahullah, ketika Beliau menjawab tentang sebagian dakwah moderen yang mempunyai persamaan dakwah dengan permasalahan di atas:

... Benar, ia telah mengeluarkan orang-orang dari tempat-tempat diskotik dan bioskop. Ini tidak ada yang mengingkarinya. Akan tetapi, setelah ia mengeluarkan mereka dari tempat-tempat tersebut, apa yang dilakukannya? Apakah kemudian mendakwahi mereka dengan dakwah, dan dengan metode para anbia` (nabi)? Atau sebaliknya, mengajarkan mereka dan mengumpulkannya, sehingga mereka terpecah-pecah ke dalam berbagai macam thariqat tasawuf? Benar ... Akan tetapi, ia telah mengeluarkan mereka dari jahiliyah kepada jahiliyah. “

Dia tidak memindahkan mereka kepada pemahaman yang benar tentang Islam. Buktinya, ia sendiri menganut salah satu thariqat shufi. Adapun orang-orang yang telah dikeluarkannya dari tempat-tempat diskotik itu, kalau tidak mengambil thariqat yang dianut olehnya, tentu mengambil thariqat tasawwuf lainnya. Dan apakah dakwahnya juga membasmi peribadatan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang secara jelas nampak ada di negerinya? Apakah dia telah mengeluarkan manusia dari thawaf di sekeliling kuburan, seperti kuburan Husain, Zainab dan Badawi?! Apakah dia telah mengeluarkan manusia dari berhukum dengan hukum demokrasi kepada berhukum dengan hukum Allah? Inilah yang seharusnya dilakukannya. Jika begini dakwahnya, tentu dakwah yang dibawanya merupakan dakwah yang benar. Akan tetapi sebagaimana kata syair:

إِذَا كَانَ رَبُّ الْبَيْتِ بِالدُّفَّ ضَارِباً
فَشِيْمَةُ أَهْلِ اْلبَيْتِ كُلِّهِمِ الرَّقْصُ

Jika seandainya tuan rumah berdendang dengan rebana
Tentu semua yang di rumah menari kegemaran mereka

Jika tidak sampai kepadanya ilmu dan makrifah tentang Islam yang benar, bagaimana mungkin ia akan meninggalkan kuburan-kuburan tersebut dan memerangi orang yang thawaf disekelilingnya. Apa yang dapat dilakukannya terhadap orang-orang yang jatuh ke dalam maksiat tersebut? [7]

Terakhir. Marilah menuntut ilmu, wahai para pemuda. Sesungguhnya dialah pintu kejayaan dan keselamatan.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun VII/1420H/1999M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. Dari hadits Nabi yang diriwayatkan oleh `Adi bin Hatim dan Abu Dzar serta yang lainnya. Dikeluarkan oleh Abu Dawud , Thayalisi di Musnadnya, dan Tirmidzi di Jami`nya. Lihat Ibnu Katsir, Tafsir Qur’anil `Adhim, 1/28, Maktabah `Ulum Wal Hikam, Madinah, 1993 dan Al Qurthubi, Al Jami` Li Ahkamil Qur`an, 1/104, Darul Kutub `Ilmiah, Beirut, 1993.
[2]. Ibnu Katsir, Ibid.
[3]. Ibnu Katsir, Ibid. hal. 4/503.
[4]. Ibnul Qayyim menyebutkan permasalahan ini dalam kitab Beliau yang masyhur, Miftah Darus Sa`adah. Cobalah untuk menelaahnya. Sungguh untuk memperolehnya, para ulama kita berjalan kaki yang tidak sanggup ditempuh oleh kuda.
[5]. Lihat Miftah Darus Sa`adah, hal. 1/48-126, Darul Fikri, Beirut.
[6]. Lihat Kitab Al Qaulul Baligh …, Syaikh Hamud Al Tuwaijiri, hal. 7-18, Dar As Shuma`I, Riyadh, Cet. II/ 1997.
[7]. Dari kaset 27 Sualan Haula Ad Dakwah As Salafiah (Duapuluh Tujuh Permasalahan Seputar Dakwah Salafiah).

sumber : http://almanhaj.or.id/content/3043/slash/0/ketika-beramal-tanpa-ilmu/
Baca selengkapnya Bagikan

BONGKAR!…TARIF USTADZ SELEB/DA’I KONDANG



Tema pembahasan kali ini seputar tarif ustadz Seleb atau Da’i Kondang. Banyak fenomena yang terjadi di masyarakat kita ini berhubungan dengan mahalnya tarif seorang da’i kondang, walaupun ini menyangkut individu namun kondisi seperti ini membuat nama atau gelar seorang ustadz tercemar atau terbawa akibatnya. Hal ini sangat jarang dibahas oleh sebagian orang karena masih terkesan aib, namun jika hal ini selalu ditutup-tutupi maka akan membawa dampak yang tidak baik juga untuk kita semua. Sudah banyak sejarah menceritakan tentang kisah-kisah teladan dari orang-orang shalih terdahulu, khususnya para Salafush Shalih ketika mereka berdakwah tanpa membutuhkan upah atau tarif yang mahal, bahkan sangat banyak dari mereka yang tidak mau dibayar atau ikhlas demi mencari Wajah Allah.
Maka itu, pada kesempatan kali ini, akan ana nukil beberapa komentar dari saudara-saudara kita mengenai mahalnya tarif untuk seorang Da’i Kondang atau Ustadz Seleb, yang membuktikan bahwa segala sesuatu yang jauh dari Sunnah (alias Bid’ah) maka mahal harganya. Berikut sebagian komentar-komentar mereka:
- Ustadz Selebritis Mematok Tarif Rp.30Juta/15 Menit.
Komentar ust. Ahmad Sarwat, “Ramadhan kemarin ada panitia ceramah yang ngaku terus terang ke saya bahwa seharusnya yang diundang bukan saya, tapi ustadz X. Tapi gagal gak jadi diundang lantaran pihak manager gak mau turun lagi TARIF-nya dari angka 30 juta untuk ceramah 15 menit menjelang buka puasa. Akhirnya yang diundang saya yang bisa dikasih “syukron” doang,” terangnya.
(Sumber: http://www.fimadani.com/ahmad-sarwat-ustadz-selebritis-mematok-tarif-rp-30-juta-per-15-menit/)

- Biaya mendatangkan ustadz (seleb) itu, bisa menghabiskan dana 90 jutaan!
Komentar Fulan : “…….dulu pernah menjadi bagian dari “dakwah jutawan” semacam ini, contohnya ingin mendatangkan seorang dai dari bandung, mungkin hampir 100 jutaan, alasannya sich mereka punya kantor, punya anak buah yang harus dibiayain, uang hotelnya (minta hotel yang bagus/mahal), dan saat kita minta datang sendiri atau paling tidak minimal dengan beberapa orang saja maka bagian agennya bilang tidak bisa karena harus datang dengan rombongan, karena tidak ada dananya maka yang begitu itu tidak jadi dilakukan.
Pernah denger juga cerita, jadi di kampus saya pernah mau datangi seorang ustadz. Bliau bersedia asal dibayar minimal 40 juta. Gilaaaa!!!”
(Sumber: http://thetrueideas.multiply.com/notes/item/1995?&show_interstitial=1&u=%2Fnotes%2Fitem)
- Tentang ustadz kondang yang tarifnya 15 juta/jam.
Bisa dilihat disini: http://twicsy.com/i/vNyX2
- Berapa honor ustadz seleb?
Komentar seseorang: “…honornya untuk setiap acara berbeda tetapi minimum sekarang 15 juta, ada yang bahkan memberikan ratusan juta rupiah, karena memang beliau tidak mau menetapkan tarif, jadi terserah yang memberi (yang memiliki acara) dan 5 juta setiap pertemuan untuk acara2 yang tampil secara rutin di televisi.”
(Sumber: http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20110216172553AALkzPf)
- Tarif ust. C**** sebesar Rp.10 juta!
Menurut pernyataan dari ibu Kenah,biaya atau tarif Ustadz C**** sebesar 10 juta rupiah.Kendati biaya itu cukup mahal untuk ukuran masyarakat yang berada di daerah pedesaan,ia tidak berkeberatan.Sejak dari awal memang sudah berencana untuk menghadirkan ceramah dari ustadz kondang itu.Tepat pukul 21.00 ustadz C**** datang dan langsung memulai ceramahnya di hadapan kurang lebih 1000 penonton yang sudah hadir memenuhi area halaman rumah ibu Kenah. Sekedar pertimbangan buat yang ingin mengundang beberapa ustadz kondang, Ibu Kenah sempat menanyakan tarif ustadz yang lainnya. Diantaranya Ustadz A* G** mempunyai tarif 8 juta rupiah, Ustadz J**** mempunyai tarif 11 juta.Itu adalah tarif untuk panggilan ke wilayah Cirebon.
(Sumber: http://cakrawalainterprize.com/2011/10/31/ustadz-cepot-seharga-10-juta/)
- Ustadz-ustadz Kapitalis?
Komentar ust. YM: “Dahulu ada Ustadz yang tarifnya mencapai 40 juta sekali ceramah. Sebenarnya bukan salah Ustadz itu 100% sih. Gara-gara persaingan antar televisi aja yang menyebabkan si Ustadz pasang tarif segede gitu… si Ustadz 40 juta itu asalnya cuma sebagai Penceramah di masjid Al Azhar. Rupanya ada Produser R*** (salah satu stasiun TV swasta) yang tertarik dengan ceramah sang Ustadz. Jadilah si Ustadz masuk televisi. Sekali dua kali tampil, ada S*** (salah satu stasiun TV swasta) yang juga tertarik buat mengundang Ustadz 40 juta ini. Entah ada setan apa, si Ustadz meluncurkan kata-kata: “Kalo mau munculin ane di televisi, ente berani bayar 15 juta nggak? Namanya juga persaingan bebas, S*** tanpa ba-bi-bu langsung “membajak” Ustadz berinisial KB ini. Sejak itulah KB menjadi Ustadz dengan honor tertinggi. Dari 15 juta beranjak ke 20 juta, dan sampai akhirnya bertarif 40 juta. Gokil! Memang sih, gaya bertausyiahnya keren, menyejukkan, dan segar. Memang juga sih, spot iklan di televisi akhirnya bisa menutup tarif Ustadz KB ini. Tapi wajar nggak sih Ustadz mengkomersilkan diri?
Ustadz YM cerita lagi soal Ustadz lain. Kali ini inisialnya JK. Gw kenal dengan Ustadz JK, tapi sayang doi nggak kenal gw. Gw kenal karena JK ini dahulu sebelum ngetop jadi Ustadz, profesinya sebagai Model dan Bintang Sinetron. Dahulu kala hidupnya gawat. Mabok-mabokan, free seks, dan menjadi pengguna narkoba. Sampai suatu saat, doi sekarat dan mendapat hidayah buat kembali ke jalan yang benar. JK kemudian berubah jadi Ustadz. Awalnya mungkin nggak ada dalam benaknya mengkomersilkan diri. Tausyiahnya semata-mata buat Allah. Eh, lama kelamaan, matanya hijau juga ngeliat tarif. Apalagi doi udah menggabdikan diri melakukan syiar, sementara kebutuhan rumah tangga nggak bisa ditawar-tawar. Mana ada Manusia yang mau kelaparan? Nah, doi akhirnya memanfaatkan Ustadz buat mencari duit gila-gilaan dengan memasang tarif. Dua tahun lalu tarifnya mencapai 15 juta,” kata Ustadz YM. “Kalo sekarang ada yang ngundang dengan tarif 5 juta pun dikejar. Maklum, persaingan Ustadz gila-gilaan. Kalo sok pasang tarif tinggi, Ustadz itu bisa nggak makan.”
Ustadz YM sebenarnya menyayangkan temannya (maksudnya Ustadz JK) itu pasang tarif. Banyak cerita-cerita miring soal Ustadz JK ini. Salah satunya dari sebuah Institusi yang ingin mengundang doi. Oleh Management Ustadz JK, Institusi itu diwajibkan menyetor dana senilai 20 juta cash via transfer. Padahal waktu tausyiah Ustadz JK masih 3 bulan lagi.
“Nggak bisa DP dulu, Pak,” kata salah seorang Panitia dari Institusi tersebut, sebagaimana diceritakan oleh Ustadz YM.
“Nggak bisa!” Galak banget jawaban Mas-Mas dari Management Ustadz JK itu. “Ustadz JK itu schedule-nya penuh. Dia mau menyempatkan diri hadir di tausyiah Anda, eh kok Anda menawar gitu?”
Mas-Mas Management semakin marah ketika Panitia memutuskan mengganti Ustadz JK dengan Ustadz lain. “Anda udah berjanji buat mengundang Ustadz JK. Anda harus teransfer sekarang juga!” Idiiiiih, kok maksa gitu ya? Ya gitu deh kalo Ustadz udah berubah jadi Ustadz Kapitalis.
“Nggak heran kalo dengan jadi Ustadz cari uang jadi mudah,” cerita Ustadz YM lagi. “Tinggal bilang banyak-banyaklah bershodaqah atau amal jariah, Jamaah yang kaya raya itu pasti bakal ngasih duit.”
Percaya nggak, ada Ustadz yang dikasih mobil Jaguar, even Celica sama Jamaah-nya. Hah?! Sumpeh loe?! Iya, bener! Ustadz ini cari duit gampang banget. Saking mudahnya, cari 100 juta udah kayak cari 10 ribu perak. Hanya dengan tempo 1 tahun, Ustadz berinisial KK ini berhasil memiliki duit senilai 1,5 miliar. Memang sih terlalu kecil buat ukuran Pengusaha. Tapi buat Ustadz KK, ini jadi sebuah prestasi yang gemilang nan jaya. Sayang, semua sumbangan dimasukkan ke dalam rekening pribadi, bukan buat kesejahteraan Ummat. Memang sih, doi dapat jatah dari sumbangan itu, karena gara-gara doi, Jamaah mau bershadaqoh atau menyumbang. Tapi masa 50% duit buat pribadi? Bukan 2,5% atau kurang dari angka itu?
Bahkan Ustadz KK berhasil menipu salah satu pemilik stasiun televisi swasta nasional. Kata Ustadz YM, awal tipu menipu itu gara-gara Ustadz KK berhasil menjual diri. Ustadz KK bilang, Ummatnya banyak, jadi rugi kalo nggak menggontrak dirinya. Walhasil, Bos televisi swasta setuju. You know nilai kontrak si Ustadz KK itu, Bro? 2,5 miliar per tahun. Masa kontrak yang diminta di Ustadz lima tahun. Artinya, dalam lima tahun Ustadz itu berhasil mengantongi duit senilai 12,5 miliar. Wow?!
“Gara-gara rating si Ustadz jeblok, maka kontraknya cuma bertahan setahun,” jelas Ustadz YM. “Tapi lumayan kan setahun dapat 2,5 miliar?”
Kini, Ustadz-Ustadz Kapitalis masih merajelela. Sebenarnya, Ustadz kayak gini memang nggak bisa dipersalahkan 100%. Keadaan yang membentuk diri si Ustadz jadi Kapitalis. Persaingan antar stasiun televisi, kebutuhan rumah tangga yang gila-gilaan (apalagi kalo si Ustadz menganut aliran poligami), dan kita sendiri yang memberikan penghargaan terlalu “berlebihan” pada Ustadz (baca: mengkultuskan). Nggak ketinggalan pula, negara ini pun juga udah mengarah ke Negara Kapitalis. So, jangan salahkan kalo Ustadz-Ustadz berubah wujudnya. Sekali lagi, Ustadz juga Manusia bukan?
(Sumber: http://yesimmoslem.blogspot.com/2009/11/ustadz-kapitalis.html)
- Ustadz minta DP.
Komentar ust. Fulan: “Ummat: “Ustadz Ganteng, mohon maaf, berapa ya kami perlu ganti untuk transportasi?”Ustadz Ganteng: “Untuk administrasi aja ya, sediakan aja 30 juta, 10 juta dibayar di depan ke account saya. Oya, kalo nggak jadi DP nya angus ya..”
Percaya atau nggak percaya, fakta semacam ini ada. Begitulah suatu hari, ketua DKM salah satu masjid bilang ke saya. Saya jadi mikir “pantes aja mobil si Ustadz Ganteng Fortuner dll” hehe..
Saya pribadi juga seringkali ditanya, “Ustadz, maaf nih, administrasinya berapa yang harus kita siapkan?”Jawab saya “Saya nggak pernah minta bayaran untuk dakwah, berapapun yang panitia kasih akan saya terima, kalo nggak ada pun nggak papa, asal transportasi dan akomodasi ditanggung panitia”
Parahnya masa kini, banyak orang yang udah nggak malu menjadikan Ustadz dan Da’i sebagai profesi. Pekerjaan profesional. Karena itu layaknya seorang pembicara publik, mereka mematok tarif sekali pengajian. Kalo udah masuk TV apalagi, matoknya diatas 10 juta. Subhanallah.”
(Sumber: http://maf1453.com/felix/2011/10/19/saya-mau-shalat-asal-bayar-saya-10-juta/)
- Awas, Banyak Ustadz ‘Gadungan’ di Televisi.
Majelis Ulama Indonesia melihat banyak ulama yang tidak berkompeten dan berintegrasi tampil menjadi penceramah agama di televisi. “Harusnya kualitas dan validitas serta keteladanan juru dakwah diperhitungkan,” kata Wakil Ketua Tim Pemantau TV Ramadan 1431 H dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Imam Suhardjo di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Senin, 6 Agustus 2012.
(http://id.berita.yahoo.com/awas-banyak-ustadz-gadungan-di-televisi-013632157–ramadan2012.html)
- Adzan Disisipi Iklan dan Ustadz Melawak.
Banyak tayangan TV yang nggak ada gunanya, yang ditampilkan cuma ketawa ketiwi badut-badut TV tersebut. Bahkan tayangan adzan pun disisipi iklan, keterlaluan, serba komersil semua. Ustadz juga malah ikut-ikutan melawak, kacau deh. Berikut hasil pengawasan KPI tentang tayangan-tayangan TV tersebut. KPI menangkap dua fenomena yang berbeda dalam penayangan program Ramadhan di tahun ini. Hal ini diungkapkan dalam pengumuman hasil pantauan tayangan Ramadhan selama dua pekan, Senin (22/8). Fenomena yang pertama adalah adanya iklan dalam adzan dan fenomena ustad yang ikut bergabung dengan berbagai program lawak di televisi ketika sahur.
Berkenaan dengan hal tersebut, KPI sudah berbincang dengan Kementrian Agama dan meminta pertimbangan kepada MUI. “KPI tidak bisa memberikan sanksi terahadap penayangan adzan yang ada iklannya, karena memang tidak ada larangan iklan dalam simbol-simbol keagamaan. Kami hanya mampu menghimbau dan memberikan peringatan untuk segera diganti,” kata ketua KPI Dadang Rahmat Hidayat. Imam Suharjo dari MUI berkata, “Itu akan dapat mencederai peran mereka sebagai pendakwah. Penampilan ustad sebaiknya biasa saja tidak berlebihan dalam hal pakaian dan make up, dan jangan ikut melawak seperti pelawak dan jangan ikutan nyanyi seperi penyanyi,” ungkapnya.
(Sumber: Republika.co.id )
- Ustadz Harus Ganteng?
Komentar al akh Bayu Gawtama : “…Ustadz dan ustadzah ini, karena kegantengannya dan kecantikannya cepat meroket, melesat bak selebritis. Bahkan hampir tidak ada bedanya dengan selebritis, sebab ia pun kerap masuk dalam beragam acara infotainment yang sebelumnya menjadi hegemoni penuh para selebritis kita. Dan lantaran ingin memenuhi selera pasar pula, penampilan sang ustadz dan ustadzah pun dipermak layaknya seorang artis. Pakaiannya jadi trendsetter, banyak para jama’ah yang berupaya mengikuti semua gaya dan penampilannya, dari baju gamis, kacamata, jilbab, sampai sepatu.
Ustadz dan ustadzah pun jadi bintang iklan, cenderung dimanfaatkan oleh orang-orang yang mencari keuntungan dari popularitas keustadzannya. Mereka pikir, ustadz dan ustadzah kan punya pengikut, jama’ah, atau bahkan fans, jadi yang diincar itu bukan ustadznya, tapi yang berada di belakang ustadz itu. Kemudian, makin terkenallah ustadz dan ustadzah ini, diundang ceramah ke berbagai daerah dan kota seluruh Indonesia, sampai ke luar negeri. Kehadirannya disambut meriah, pakai tepuk tangan agar tambah ramai. Ustadz dielu-elukan, dan orang-orang pun berebut menyentuh tangannya untuk diciumi. Tidak peduli ustadznya masih muda, sedangkan yang mencium tangan muda itu adalah lelaki tua yang jalannya sudah membungkuk.
Permintaan ceramah pun semakin banyak, sehingga ustadz bisa memilih mana bayaran yang paling besar jika terdapat jadwal yang bentrok. Bahkan pada saatnya, sang ustadz melalui manajernya boleh mengajukan tarif tertentu kepada panitia penyelenggara atau tidak jadi sama sekali. Maklum, permintaan tinggi, harga juga bisa ditinggikan. Gigit jarilah para pengurus masjid di kampung-kampung, di desa-desa, dan di berbagai pelosok negeri yang nyata-nyata tidak sanggup menyediakan uang transpor dan akomodasi yang memadai saat harus mengundang ustadz kondang ini berceramah di masjidnya. Sebab, kelas ustadz ini memang bukan lagi di masjid-masjid kecil, di kampung-kampung becek, melainkan di masjid besar, dan hotel.
Coba hitung, selain tarif yang mahal, masih harus menyediakan tiket pesawat, akomodasi yang layak sekelas selebritis. Ujung-ujungnya, ustadz kampung lagi yang dipakai, selain bayarannya murah, tidak perlu tiket pesawat, hotel, dan bisa dijemput pakai motor. Meskipun seringkali yang disebut ustadz ‘kampung’ ini kualitasnya boleh jadi lebih bagus dari ustadz kondang dari kota. Baik kualitas materinya, juga integritas kepribadiannya. Sayangnya, jama’ah kita sudah silau oleh ketenaran sang ustadz kota.
(Sumber: http://kotasantri.com/pelangi/refleksi/2012/08/05/ustadz-harus-ganteng)
- Ustadz Pamer Harta
Komentar al akh Jauhar Ridhoni Marzuq ( Mahasiswa Al Azhar Mesir & Kru QommunityRadio Kairo ):
“…Yang membuat saya resah adalah munculnya dai-dai selebritis yang jauh dari kualitas keulamaan. Bukan hanya kualitas keilmuan agamanya yang di bawah standar pas-pasan, tapi juga karena komersialisasi dakwah dan perangai buruk yang diperagakan. Sehingga hal itu bukan mendukung misi dakwahnya, tapi justru menghancurkan nilai-nilai Islam yang didakwahkan. Kondisi semacam ini tentu sangat berbahaya, karena bisa melahirkan sikap apatis bahkan kebencian terhadap agama.
Saya tak habis pikir bagaimana bisa seorang dai, ulama, ustadz, kiyai, atau apapun itu namanya, memasang tarif puluhan juta rupiah untuk setiap kali memberikan ceramah?! Jika bayaran yang diberikan kurang dari harga yang dipatok, sang dai tak mau memberikan ceramah. Belum lagi, dai tersebut juga seperti selebritis yang memiliki manajer, sehingga konsultasi keagamaan dan lain sebagainya harus melalui manajer tersebut. Dengan demikian, ikatan antara dai dengan umat seperti ikatan bisnisman dengan pelanggannya, bukan seperti ikatan antara orang tua dan anak, guru dan murid, atau bahkan antara Nabi Muhammad dan para sahabat. Dakwah kemudian bukan menjadi kewajiban atau amanah yang harus dijalankan dengan keikhlasan, tapi justru dijadikan alat untuk mendulang uang. Karunia Allah yang menjadikan mereka diterima masyarakat justru dimanfaatkan untuk mendulang popularitas. Mereka pun kemudian jadi artis dadakan.
Saat muncul di infotainment, bukan nilai-nilai agama atau pengalaman mereka belajar agama yang menjadi topik wawancara, melainkan tentang rumah baru, mobil baru, koleksi sepatu baru, sampai motor besar seharga ratusan juta rupiah. Bahkan kehidupan pribadi mereka pun diekspos seluas-luasnya. Lebih memprihatinkan lagi, sang dai tak malu-malu menonton bisokop berduaan dengan wanita yang bukan mahramnya di tengah sorotan kamera. Tentu tak ada salahnya jika seorang dai mempunyai banyak harta dan kaya raya, selama kekayaan itu tidak didapatkan dengan cara-cara yang haram, seperti korupsi, menipu mencuri, dan lain sebagainya. Kekayaan itu justru bisa dijadikan penunjang aktifitas dakwah, seperti yang dilakukan oleh Ibunda Khadijah Ra, Abu Bakar al-Shiddiq Ra, dan Utsman bin Affan Ra.. Tapi secara akal sehat yang paling dangkal pun, sungguh tidak layak bagi seorang dai atau ustadz yang mengajarkan nilai-nilai luruh agama untuk pamer harta, bahkan pamer kemesraan seperti layaknya artis sinetron di layar infotainment…”
(http://qommunityradio.net/2011/12/16/abu-yusuf-dan-potret-dai-selebritis/)
- Pertanyaan:
Assalamu’alaikum. Apakah da’i-da’i ataupun ustadz-ustadz yang memasang tarif tertentu untuk dakwah dianggap menjual ayat-ayat Allah -Subhanahu wa ta’ala-?
Jawaban:
Tidak diragukan lagi bahwa berdakwah kepada Allah -Subhanahu wa ta’ala- adalah termasuk amal yang paling mulia, yang paling agung pahalanya di sisi Allah -Subhanahu wa ta’ala-. Terutama jika pelakunya tidak mengambil balasan karenanya karena mencontoh para Nabi -Shalallahu alaihi wa salam-. Allah -Subhanahu wa ta’ala- telah mengabarkan kepada kita tentang perkataan di antara mereka:
وَيَا قَوْمِ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مَالا إِنْ أَجْرِيَ إِلا عَلَى اللَّهِ
“Dan (Dia berkata): “Hai kaumku, Aku tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku, upahku hanyalah dari Allah” (QS. Huud: 29)
يَا قَوْمِ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ أَجْرِيَ إِلا عَلَى الَّذِي فَطَرَنِي أَفَلا تَعْقِلُونَ
“Hai kaumku, Aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkan(nya)?” (QS. Huud: 51)
وَمَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِنْ أَجْرِيَ إِلا عَلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ (١٠٩)
“Dan Aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan-ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam.” (QS. Asy-Syu’ara`: 109)
Akan tetapi jika da’i tersebut benar-benar mencurahkan waktu dan tenaganya untuk dakwah, maka tidak mengapa dia mengambil upah darinya. Dan memungkinkan baginya untuk menentukan imbalan atas jasanya yang zhahir, seperti pembelian kitab, menyiapkan makalah, transportasi, akomodasi dan lain-lain, atau orang lain yang menentukan imbalannya. Yang demikian ini berdasarkan riwayat al-Bukhari dan lainnya, bahwa ada sekelompok dari sahabat Rasulullah r yang turun ke sebuah perkampungan dari perkampungan badui. Kemudian kepala kampung tersebut terpatuk ular, maka salah seorang sahabat membacakan atasnya al-Quran yang mulia, dan Allahpun menyembuhkannya. Kemudian mereka mengambil upah atas hal tersebut. Kemudian mereka mengabarkan kejadian ini kepada Rasulullah r, maka beliau bersabda kepada mereka:
« إِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللَّهِ »
“Sesungguhnya pahala yang paling berhak kalian ambil atasnya adalah Kitabullah.” (HR. Bukhari: 5296)
Sesungguhnya seorang da’i dan thalibul ilmi, jika diantara keduanya mengambil uang transport menuju daerah yang dia berdakwah di dalamnya, maka ia tidak tergolong mengambil upah karena dakwah atau mengajar, akan tetapi itu hanyalah bagian dari saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketaatan. Dan Allah -Subhanahu wa ta’ala- telah memerintahkan untuk saling menolong di atasnya. Allah -Subhanahu wa ta’ala- berfirman:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Maidah: 2)
Dan tidak boleh seorang da’i memberikan syarat upah yang besar di atas kemampuan panitia sebagai balasan dari muhadharah atau ceramahnya, terutama jika dia memiliki gaji bulanan yang aman baginya untuk hidup mulia. Aku nasihatkan untuk tidak mahal di dalam mengambil upah, dan ambillah yang masuk akal, sekalipun yang utama adalah sukarela, jika dia mampu. Wallahu a’lam. (AR)*
(Sumber: http://qiblati.com/)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا
Dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah. (QS al-Baqarah [2]: 41)
Rasulullah bersabda, ‘Bacalah Alquran dan niatkanlah hanya untuk Allah, sebelum datang sekelompok orang yang membaca Alquran lalu dia jadikan Alquran sebagai alat untuk meminta-minta harta.’ (H.R. Ahmad, dan lain-lain; sahih, sebagaimana dalam Shahih Al-Jami Ash-Shaghir, no. 1169)
Al-Minawi, dalam Faydh al-Qadîr, mengatakan, “Bencana bagi umatku (datang) dari ulama sû’, yaitu ulama yang dengan ilmunya bertujuan mencari kenikmatan dunia, meraih gengsi dan kedudukan. Setiap orang dari mereka adalah tawanan setan. Ia telah dibinasakan oleh hawa nafsunya dan dikuasai oleh kesengsaraannya. Siapa saja yang kondisinya demikian, maka bahayanya terhadap umat datang dari beberapa sisi. Dari sisi umat; mereka mengikuti ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatannya. Ia memperindah penguasa yang menzalimi manusia dan gampang mengeluarkan fatwa untuk penguasa. Pena dan lisannya mengeluarkan kebohongan dan kedustaan. Karena sombong, ia mengatakan sesuatu yang tidak ia ketahui.” [Al-Minawi, Faydh al-Qadîr, VI/369.]
Wallahu a’lam

sumber :  http://gizanherbal.wordpress.com/
Baca selengkapnya Bagikan

Seperti ini Seharusnya Kuburan Seorang Muslim



Inilah kuburan yg benar-benar syar’i dan dicontohkan sesuai dengan aqidah Ahlus Sunnah. Tanpa dibangun / dikeramik, ditulisi, ditinggikan kecuali hanya sejengkal, dan tanpa disembah atau diagungkan. Mudah2an calon rumah kita seperti ini semua, tdk seperti kebanyakan kuburan yg ada di sekeliling  kita.

Padahal kuburan yang ada di foto ini adalah kuburannya orang-orang yang memiliki keutamaan di sisi Allah, yaitu kuburannya para Shahabat Nabi radhiyallahu anhum di Baqi’, Madinah. Kuburannya tidak lebih bagus dari kuburannya pak RT atau pak Lurah atau Kyai di tempat kita. Seperti inilah yang dapat membuat Islam bertambah Kejayaannya. Subhanallah

Dari Abu Al-Hayyaj Al-Asadi dia berkata: Ali bin Abu Thalib berkata kepadaku:

أَلَا أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ

“Maukah kamu aku utus sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengutusku? Hendaklah kamu jangan meninggalkan gambar-gambar kecuali kamu hapus dan jangan pula kamu meninggalkan kuburan kecuali kamu ratakan.” (HR. Muslim no. 969)

Fadhalah bin Ubaid radhiallahu anhu berkata:

سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُ بِتَسْوِيَتِهَا

“Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk meratakannya (kuburan).” (HR. Muslim no. 968)

Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu anhuma dia berkata:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang mengapur kuburan, duduk di atasnya, dan membuat bangunan di atasnya.” (HR. Muslim no. 970)

Al-Imam At-Tirmidzi dan yang lain meriwayatkan dengan sanad yang shahih dengan tambahan lafadz:وَأَنْ يُكْتَبَ عَلَيْهِ“dan ditulisi.”

 Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullahu menerangkan: “Ketahuilah bahwa kaum muslimin yang dahulu dan akan datang, yang awal dan akhir, sejak zaman sahabat sampai waktu kita ini, telah bersepakat bahwa meninggikan kuburan dan membangun di atasnya termasuk perkara bid’ah, yang telah ada larangan dan ancaman keras dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam atas para pelakunya.”

Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu berkata: “Aku menginginkan kuburan itu tidak dibangun dan tidak dikapur (dicat), karena perbuatan seperti itu menyerupai hiasan atau kesombongan, sedangkan kematian bukanlah tempat salah satu di antara dua hal tersebut. Aku tidak pernah melihat kuburan Muhajirin dan Anshar dicat. Perawi berkata dari Thawus: ‘Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kuburan dibangun atau dicat’.”

Beliau rahimahullahu juga berkata: “Aku membenci dibangunnya masjid di atas kuburan.”
Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu berkata pula: “Aku membenci ini berdasarkan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan atsar…”

Asy-Syaikh Sulaiman Alu Syaikh rahimahullahu berkata: “Al-Imam Nawawi rahimahullahu menegaskan dalam Syarh Al-Muhadzdzab akan haramnya membangun kuburan secara mutlak. Juga beliau sebutkan semisalnya dalam Syarh Shahih Muslim.”

Contoh kuburan Rasulullah dahulu:

Dari Jabir radhiallahu ‘anhu.
“Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah dibuatkan untuk beliau liang lahad dan diletakkan di atasnya batu serta ditinggikannya di atas tanah sekitar satu jengkal” (HR. Ibnu Hibban dalam kitab Shahiihnya no. 2160 dan al Baihaqi III/410, hadits ini sanadnya hasan)

Dari Sufyan at Tamar, dia berkata,
“Aku melihat makam Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dibuat gundukkan seperti punuk” (HR. al Bukhari III/198-199 dan al Baihaqi IV/3)

Ibnul Qayyim berkata dalam kitabnya Zaadul Ma’aad, “Dan makam beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam digunduki tanah seperti punuk yang berada di tanah lapang merah. Tidak ada bangunan dan tidak juga diplester. Demikian itu pula makam kedua sahabatnya (Abu Bakar dan Umar)”

Hal tersebut menunjukkan bahwa kuburan Nabi tidaklah dibangun seperti bangunan sekarang ini pada awalnya. Jadi dibangunnya kuburan Nabi bukanlah hujjah yang dapat dipakai, kecuali jika yang membangunnya adalah para shahabat nabi dan berdasarkan ijma mereka. Wallahu a’lam.

Syaikh Albani ditanya :
“Kuburan Nabi shallallahu'alaihi wasallam ada di dalam Masjid beliau, yang dapat disaksikan hingga saat ini. Kalau memang hal ini dilarang, lalu mengapa beliau dikuburkan disitu ?

Jawabannya:
Keadaan yang kita saksikan pada jaman sekarang ini tidak seperti yang terjadi pada jaman sahabat. Setelah beliau wafat, mereka menguburkannya didalam biliknya yang letaknya bersebelahan dengan masjid, dipisahkan oleh dinding yang ada pintunya. Beliau biasa masuk masjid lewat pintu itu.

Hal ini telah disepakati oleh semua ulama, dan tidak ada pertentangan diantara mereka. Para sahabat mengubur jasad beliau didalam biliknya, agar nantinya orang-orang sesudah mereka tidak menggunakan kuburan beliau sebagai tempat untuk shalat, seperti yang sudah kita terangkan dalam hadits ‘Aisyah dibagian muka. Tapi apa yang terjadi dikemudian hari di luar perhitungan mereka. Pada tahun 88 Hijriah, Al Walid bin Abdul Malik merehab masjid Nabi dan
memperluas masjid hingga kekamar ‘Aisyah. Berarti kuburan beliau masuk ke dalam area masjid. Sementara pada saat itu sudah tidak ada satu sahabatpun yang masih hidup, sehingga dapat menentang tindakan Al Walid ini seperti yang diragukan oleh sebagian manusia.

Al Hafizh Muhamad Abdul-Hady menjelaskan didalam bukunya Ash-Sharimul Manky: “Bilik Rasulullah masuk dalam masjid pada jaman Al Walid bin Abdul Malik, setelah semua sahabat beliau di Madinah meninggal. Sahabat terakhir yang meninggal adalah Jabir bin Abdullah. Ia meninggal pada jaman Abdul Malik, yang meninggal pada tahun 78
Hijriah. Sementara Al Walid menjadi khalifah pada tahun 86
Hijriah, dan meninggal pada tahun 96 Hijriah. Rehabilitasi masjid dan memasukkan bilik beliau kedalam masjid, dilakukan antara tahun-tahun itu. Abu Zaid Umar bin Syabbah An Numairy berkata di dalam buku karangannya Akhbarul-Madinah: “Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi gubernur Madinah pada tahun 91 Hijriah, ia merobohkan masjid lalu membangunnya lagi dengan menggunakan batu-batu yang diukir, atapnya terbuat dari jenis kayu yang bagus. Bilik istri-istri Nabi shallallahu'alaihi wasallam dirobohkan pula lalu dimasukkan kedalam masjid. Berarti kuburan beliau juga masuk kedalam masjid.”

Dari penjelasan ini jelaslah sudah bahwa kuburan beliau masuk menjadi bagian dari masjid nabawi, ketika di Madinah sudah tidak ada seorang sahabatpun. Hal ini ternyata berlainan dengan tujuan saat mereka menguburkan jasad Rasulullah di dalam biliknya. Maka setiap orang muslim yang mengetahui hakikat ini, tidak boleh berhujjah dengan sesuatu yang terjadi sesudah meninggalnya para sahabat. Sebab hal ini bertentangan dengan hadits-hadits shahih dan pengertian yang diserap para sahabat serta pendapat para imam. Hal ini juga bertentangan dengan apa yang dilakukan Umar dan Utsman ketika meluaskan masjid Nabawi tersebut.

Mereka berdua tidak memasukkan kuburan beliau ke dalam masjid. Maka dapat kita putuskan, perbuatan Al Walid adalah salah. Kalaupun ia terdesak untuk meluaskan masjid Nabawi, toh ia bisa meluaskan dari sisi lain sehingga tidak mengusik kuburan beliau. Umat bin Khattab pernah mengisyaratkan segi kesalahan semacam ini. Ketika meluaskan masjid, ia mengadakan perluasan di sisi lain dan tidak mengusik kuburan beliau. Ia berkata: “Tidak ada alasan untuk berbuat seperti itu.” Umar memberi peringatan agar tidak merobohkan masjid, lalu memasukkan kuburan beliau ke dalam masjid. Karena tidak ingin bertentangan dengan hadits dan kebiasaan khulafa’urrasyidin, maka orang-orang Islam sesudah itu sangat berhati-hati dalam meluaskan masjid Nabawi. Mereka mengurangi kontroversi sebisa mungkin. Dalam hal ini An-Nawawi menjelaskan di dalam Syarh Muslim: “Ketika para sahabat yang masih hidup dan tabi’in merasa perlu untuk meluaskan masjid Nabawi karena banyaknya jumlah kaum muslimin, maka perkuasan masjid itu mencapai rumah Ummahatul-Mukminin, termasuk bilik ‘Aisyah, tempat dikuburkannya Rasulullah dan juga kuburan dua sahabat beliau, Abubakar dan Umar. Mereka membuat dinding pemisah yang tinggi disekeliling kuburan, bentuknya melingkar. Sehingga kuburan tidak langsung nampak sebagai bagian dari masjid. Dan orang-orangpun tidak shalat ke arah kuburan itu, sehingga merekapun tidak terseret pada hal-hal yang dilarang.

Ibnu Taimiyah dan Ibnu Rajab yang menukil dari Al-Qurthuby, menjelaskan: “Ketika bilik beliau masuk ke dalam masjid, maka pintunya di kunci, lalu disekelilingnya dibangun pagar tembok yang tinggi. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar rumah beliau tidak dipergunakan untuk acara-acara peringatan dan kuburan beliau dijadikan patung sesembahan.”

Dapat kami katakan: Memang sangat disayangkan bangunan tersebut sudah didirikan sejak berabad-abad di atas kuburan Nabi shallallahu'alaihi wasallam. Disana ada kubah menjulang tinggi berwarna hijau, kuburan beliau dikelilingi jendela-jendela yang terbuat dari bahan tembaga, berbagai hiasan dan tabir. Padahal semua itu tidak diridhai oleh orang yang dikuburkan disitu, yaitu Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam. Bahkan ketika kami berkunjung kesana, kami lihat disamping tembok sebelah utara terdapat mihrab kecil. Ini merupakan isyarat bahwa tempat itu dikhususkan untuk shalat dibelakang kuburan . Kami benar-benar heran. Bagaimana bisa terjadi paganisme yang sangat mencolok ini dibiarkan begitu saja oleh suatu negara yang mengagung-agungkan masalah tauhid ?

Namun begitu kami mengakui secara jujur, selama disana kami tidak melihat seorangpun mendirikan shalat didalam mihrab itu. Para penjaga yang sudah ditugaskan disana mengawasi secara ketat agar mencegah manusia yang datang kesana dan melakukan suatu yang bertentangan dengan syariat disekitar kuburan Nabi shallallahu'alaihi wasallam. Ini merupakan suatu yang perlu disyukuri atas sikap pemerintah Saudi. Tetapi ini belum cukup dan tidak memberikan jalan keluar yang tuntas. Tentang hal ini sudah lama kami katakan di dalam buku Ahkamul Jana’ iz wa Bida’uha: “Seharusnya masjid Nabawi dikembalikan ke jamannya semula, yaitu dengan membuat tabir pemisah antara kuburan dengan masjid, berupa tembok yang membentang dari utara ke selatan. Sehingga setiap orang yang masuk ke masjid tidak dikejar oleh macam-macam pertentangan yang tidak diridhai pendirinya. Kami merasa yakin, ini merupakan kewajiban pemerintah Saudi, kalau ia masih ingin menjaga tauhid yang benar. Andaikata ada rencana perluasan kembali, maka bisa melebar kesebelah barat atau sisi lainnya. Tapi ketika diadakan perbaikan lagi, ternyata masjid Nabawi tidak dikembalikan ke bentuknya yang pertama pada jaman sahabat.”

[Oleh Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, diambil dari Buku "Peringatan ! Menggunakan Kuburan Sebagai Masjid" Bab. IV/Hal.50-83]


KUBURAN ATAU KAMAR PENGANTEN ?

Itu kuburan mirip kamar penganten? Kamar penganten ana dulu gak sebagus itu. Apa yang mati masih penganten baru?
Dipakein kelambu lagi (banyak nyamuknya ya?)
Pake lilin & lampu remang2 (wah tambah romantis banget)
Pake wangi2an & kembang 7 rupa (bikin syahdu)
Plus makanan & buah2an (pengen punya kamar penganten kayak gini..mengkhayal) …Tapi sayang..knp?

Sayang kuburannya gak di cat warna pink, jadi kurang romantis.
Sekalian aja sesajennya diganti sama cokelat atw permen, biar happy valentine,,,


Ahsan bikin komunitas sendiri ‘KUBURAN FANS MANIA CLUB’.
Lambangnya Love sama Tengkorak… Gokil !
Kite gak menolak dan tdk meniadakan ziarah kubur. Bahkan kite mdukung disyariatkannya ziarah kubur, tapi itu ada adab2nya. Ada ziarah yg disyariatkan dan ada jg yg dilarang. Perlu perincian githu..

Dulu wkt ana msh sekolah, ana pernah main ke daerah pondok gede, ujung aspal, didaerah persawahan. Ketika cuaca panas ana berniat utk berteduh. Ana lht ditengah sawah ada bangunan kosong yg kecil seperti pos atau gardu. Setelah ana smp dibangunan tsb ana kaget krn rupanya pabrik rokok!
Maksudnya, bangunan tsb dipenuhi oleh bungkus rokok yg msh utuh dan tersegel sbanyak ratusan bungkus! Saking byknya bungkus rokok tsb, jadi mbentuk spt gunung. Ana perhatikan rupanya dibawah tumpukan rokok tsb adalah sbuah makam keramat!

Ana ketawa heran krn ini kuburan model baru. Biasanya yg ana ketahui kalo kuburan2 itu disebarkan bunga, tapi ini yg disebar malah rokok. Hehehe…
Tanya kenapa?

Klo kuburannya dilengkapi AC, sekalian aja dilengkapi Warnet, dijamin bakalan rame! Entar ngalap berkahnya atw tawasulan skalian fesbukan atw maen pointblank, sbelahnya Rental PS 3, dibagian belakang Studio Band, ditingkat atasnya Warteg. Manteb bukan? Bisa masuk MURI, Kuburan terlengkap di dunia.

Dari Abu Al-Hayyaj Al-Asadi dia berkata: Ali bin Abu Thalib berkata kepadaku:

أَلَا أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ

“Maukah kamu aku utus sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengutusku? Hendaklah kamu jangan meninggalkan gambar-gambar kecuali kamu hapus dan jangan pula kamu meninggalkan kuburan kecuali kamu ratakan.” (HR. Muslim no. 969)

Fadhalah bin Ubaid radhiallahu anhu berkata:

سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُ بِتَسْوِيَتِهَا

“Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk meratakannya (kuburan).” (HR. Muslim no. 968)

Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu anhuma dia berkata:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang mengapur kuburan, duduk di atasnya, dan membuat bangunan di atasnya.” (HR. Muslim no. 970)

Penjelasan ringkas:

Fitnah kubur termasuk dari fitnah terbesar yang pernah menimpa umat ini, bagaimana tidak padahal fitnah kubur ini telah menyesatkan banyak manusia sejak dari zaman dahulu sampai zaman sekarang. Setan membuat indah dan baik di mata mereka perbuatan menghiasi kubur, mengangungkannya, meninggikannya, dan membangun bangunan (makam/masjid) di atasnya, sampai pada akhirnya mereka menyembah jenazah yang dikubur di dalamnya. Karenanya Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan untuk meratakan kuburan dan tidak meninggikannya serta mewasiatkan para sahabatnya untuk melakukan hal serupa.

Larangan meninggikan ini baik berupa mengapuri (mengecat) dan membangun kuburan itu sendiri, maupun meninggikannya dengan cara membangun bangunan atau masjid di atasnya. Semuanya merupakan amalan yang tercela dan merupakan amalan orang-orang Yahudi dan Nashrani terdahulu.

Di sisi lain, Nabi shallallahu alaihi wasallam melarang kita untuk menghinakan kubur, Karenanya beliau melarang untuk duduk di atas apalagi menginjaknya karena itu merupakan perbuatan mengganggu jenazah yang ada di dalamnya. Dan karenanya pula disebutkan dalam hadits Jabir dengan sanad yang hasan akan dibolehkannya meninggikan kuburan maksimal sejengkal, jika dikhawatirkan dia bisa terinjak atau dihinakan karena tidak diketahui kalau di situ adalah kuburan. Wallahu A’lam.
Baca selengkapnya Bagikan

Sorotan

tinggalin jejak kalian