Archives

Tahlilan,Yasinan dan selamatan bukanlah BID'AH




Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah subhana wata'ala...salam dan shalawat atas Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,keluarga,dan para Sahabat radhiallahu
'anhuma ajma'in......

Didalam masyarakat kita pada umumnya meyakini beberapa ritual yang dianggap bid'ah (baru dalam agama) oleh beberapa orang.

Misalnya acara tahlilan atau yasinan pada malam tertentu kematian seseorang (1,3,7 dan seterusnya).atau selamatan rumah baru,mobil baru dll

seperti yang kita ketahui terkadang seseorang jika ditanya,

mana dalilnya yang membolehkan tahlilan?
Mana dalilnya yang memerintahkan kita untuk yasinan??

Sebagian dari kita pasti akan kebingungan menjawabnya,dan yang sedikit lebih pintar pada akhirnya akan berujar "ini kan bid'ah hasanah" dengan kata lain "ini kan kesesatan yang baik"

Kali ini saya ingin membawakan dalil yang bisa dijadikan hujjah untuk ritual-ritual yang telah saya sebutkan diatas,agar dikemudian hari kita tidak lagi gagap ketika diajuin pertanyaan yang sama.

1.Dalil pengkhususan waktu selamatan kematian (1 hari,3 hari,40 hari dstrsnya).

“Termashurlah selamatan yang diadakan pada hari pertama, ketujuh, empat puluh, seratus dan seribu" (Kitab Manawa Dharma Sastra Weda Smerti hal. 99, 192, 193).

Perintah penyembelihan hewan pada hari tersebut,

“Tuhan telah menciptakan hewan untuk upacara korban, upacara kurban telah diatur sedemikian rupa untuk kebaikan dunia.”(kitab Panca Yadnya hal. 26, Bagawatgita hal. 5 no. 39).

Perkataan ulama',

“Upacara selamatan untuk memperingati hari kematian orang Jawa hari ke 1, 7,
40, 100, dan 1000 hari, jelas adalah ajaran Hindu”(Ida
Bedande Adi Suripto laknatullah 'alaihi,lihat kitab “Nilai-nilai Hindu dalam budaya Jawa).

2.Dalil selamatan (kenduri/kenduren)

Sloka prastias mai pipisatewikwani widuse bahra aranggaymaya jekmayipatsiyada duweni narah”.

“Antarkanlah sesembahan itu pada Tuhanmu Yang Maha Mengetahui”. Yang gunanya untuk menjauhkan kesialan"(kitab sama weda hal. 373 no.10).

a. Dewa Yatnya (selamatan) Yaitu korban suci yang secara tulus ikhlas ditujukan kepada Sang Hyang Widhi dengan jalan bakti sujud memuji, serta menurut apa yang diperintahkan-Nya (tirta yatra) metri bopo pertiwi.

b. Pitra Yatnya Yaitu korban suci kepada leluhur (pengeling- eling) dengan memuji yang ada di akhirat supaya memberi pertolongan kepada yang masih hidup.

c. Manusia Yatnya Yaitu korban yang diperuntukan kepada keturunan atau sesama supaya hidup damai dan tentram.

d. Resi Yatnya Yaitu korban suci yang diperuntukan kepada guru atas jasa ilmu yang diberikan (danyangan).

e. Buta Yatnya Yaitu korban suci yang diperuntukan kepada semua makhluk yang kelihatan maupun tidak, untuk kemulyaan dunia ini. (kitab Siwa Sasana hal. 46 bab ‘Panca maha yatnya’ dan pada Upadesa hal. 34).

Dengan penjelasan diatas maka teranglah bahwa ritual-ritual itu bukanlah sesuatu yang baru (bid'ah) dalam agama hindu,dikatakan bid'ah apabila itu dikerjakan oleh umat islam dan dianggap bagian dari ajaran islam.seperti yang kita ketahui agama islam lahir ribuan tahun setelah adanya agama hindu tersebut.

Hanya saja beberapa "orang hindu" itu menggunakan kalimat TAHLIL (Laa ilaha illallah) atau membaca surat YASIN pada ritual-ritual tersebut. Jadilah serupa tapi tak sama dengan ajaran islam.

Islam tidaklah mengenal ritual-ritual tersebut,tidak ditemukan dalilnya baik didalam Alqur'an Al hadits maupun ijma' para sahabat.meminjam istilah fiqih "laukana khairan Lasabaquunaa ilaihi" (kalaulah seandainya perbuatan/amal itu baik,tentulah para sahabat mendahului kita mengerjakannya).

Islam adalah agama yang sempurna,tidak perlu lagi ditambah-tambahi dengan syari'at baru,bahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mewasiatkan kpd kita agar menjauhi bid'ah dalam sabdanya,

“Jauhilah semua perkara baru (dalam agama), karena semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah merupakan kesesatan”. (HR Abu Dawud, no. 4607; Tirmidzi, 2676; Ad Darimi; Ahmad; dan lainnya).

“Sesungguhnya sebaik baik perkataan adalah kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk muhammad sholullah
alaihi wasalam, sejelek-jelek perkara adalah yang diada- adakan, setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka”(HR Abu dawud , an-Nasa’i, Ahmad).

Kita tentu tak mau agama kita yang mulia ini mengalami nasib serupa seperti agama-agama samawi lainnya (Yahudi dan Kristen) dimana alasan adat budaya telah mengambil alih dalil-dalil utama kitab suci sendiri. Karena alasan menghormati leluhur dan budaya lokal,Allah azza wajalla memperingati kita dalam firmanNya,

”Dan apabila dikatakan kepada mereka :”Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah”. Mereka menjawab :”(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. Apakah mereka akan mengikuti juga, walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?” (Qs Al Baqarah : 170).

Allah juga berfirman :

“Dan janganlah kamu mencampuradukkan Kebenaran dengan Kebatilan dan janganlah kamu sembunyikan kebenaran sedangkan kamu mengetahuinya” (Qs Al Baqarah : 42).

Allah menyuruh kita untuk tidak boleh mencampuradukkan ajaran agama islam (kebenaran) dengan ajaran agama Hindu (kebatilan) tetapi kita malah ikut perkataan manusia bahwa mencampuradukkan agama itu boleh, Apa manusia itu lebih pintar dari Allah?

Selanjutnya Allah berfirman :

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu”.(Qs. Albaqarah : 208).

Allah menyuruh kita dalam berislam secara kaffah (menyeluruh) tidak setengah-setengah. Setengah Islam setengah Hindu. Allahu musta'an...!!!!!!
Baca selengkapnya Bagikan

Antara adat dan syari'at

http://sphotos-a.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash3/486089_564768173545024_1675164348_n.jpg 



Bismillah...

Alhamdulillahi Rabbil 'alamiin asshalatu wassalam 'alaa Rasulillah....


Orang sulawesi mengatakan tabe',orang jawa bilang kulo nuwun,sedangkan orang sunda menyebutnya punten.Dll

inilah salah satu dari beberapa kebiasaan yang diajarkan oleh orang2 tua kita dahulu,turun temurun sampai hari ini.

Yakni mengucapkan "permisi" apabila lewat didepan orang yang lebih tua dari kita.

Namun...pernahkah terfikirkan Sebenarnya,bagaimana hukum mengucapkan/melakukan kebiasaan tersebut dalam timbangan syari'at? Yuk kita kaji....

Pertama,Memuliakan orang tua adalah wajib bagi setiap anak,banyak sekali dalil2 tentang hal ini diantaranya sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,

“Keridhaan Allah adalah keridhaan orangtua dan kemurkaan Allah adalah kemurkaan orangtua.” (riwayat Tirmidzi).

begitu juga dengan menghargai orang yang lebih tua.dalilnya,

"Bukan termasuk golonganku orang yang tidak menyayangi orang muda diantara kami dan tidak menghormati orang yang tua" (Riwayat Tirmidzi).

Dan salah satu bentuk pemuliaan terhadap orang tua (baik kandung maupun bukan) adalah dengan seperti contoh diatas yakni mengucapkan permisi apabila hendak melaluinya.

Kedua,persoalan "permisi" adalah terkait dengan muamalah,artinya tidak dinilai sebagai ibadah secara langsung.maka kita perlu mengembalikan kehukum asalnya yakni mubah (boleh),selama tidak ada dalil yang melarangnya.

Namun tentunya praktek "permisi" tersebut perlu kita rinci lebih dalam lagi.agar kita mendapat hukum yang jelas.maka saya akan membaginya menjadi dua sejauh pengetahuan dan pengamatan saya.

1.orang yang sekedar mengucapkan salam dan permisi ketika melintas didepan seseorang yg dihormatinya.

2.orang yang mengucapkan salam,permisi,sambil menunduk2an/membongkokkan badan (sebagai bentuk penghormatan) tatkala melintas didepan seseorang.

Golongan pertama yakni mengucapkan salam,permisi,senyum tentunya boleh karena tidak ada dalil baik secara khusus maupun umum yang mengharamkannya.

Bagaimana dengan golongan kedua? Yakni golongan yang "permisi" sambil menunduk-nunduk/membongkokkan badan?

Mari kita simak hadits berikut ini,

Diriwayatkan dari Anas Bin Malik radhiyallahu ‘anhu,ia berkata:

“Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, adakah kami boleh saling menundukkan (atau membongkokkan) badan apabila salah seorang dari kami bertemu dengan saudaranya atau sahabatnya?” Rasulullah menjawab, “Tidak.” Lelaki tersebut bertanya lagi, “Adakah boleh mendakapnya (memeluknya) dan menciumnya?” Rasulullah menjawab, “Tidak.” Lelaki itu bertanya lagi, “Adakah boleh mengambil tangannya dan bersalaman dengannya?” Rasulullah menjawab, “Ya.”.” (riwayat Tirmidzi).

*Hadits semakna diatas juga banyak diriwayatkan melalui jalur2 periwayatan yang lain

Imam al-Qurthubi mengatakan,

“Tidak boleh bersalaman (atau menghulur tangan) diiringi dengan membongkokkan badan dan mencium tangan. Membongkokkan badan dalam maksud atau tujuan kerendahan hati hanya boleh ditujukan kepada Allah (Subhanahu wa Ta’ala). Adapun mencium tangan, itu adalah perbuatan orang-orang ajam (selain ‘Arab) yang dilakukan dengan maksud memuliakan orang-orang tuanya.” (Tafsir al-Qurthubi, 9/266).

Dari nash sunnah diatas maka jelaslah bahwa menundukkan/membongkokkan badan didepan manusia adalah terlarang dan haram dilakukan oleh kaum muslimin dikarenakan dua hal.

1.tasyabbuh terhadap orang kafir yakni dimana kita ketahui bahwa kebiasaan mereka adalah saling menundukkan badan/mengangkat topi dan semisalnya dalam rangka saling menghormati

2.menundukkan/membongkokkan badan didepan makhluk juga menyerupai syariat ruku'. yang dimana sifat menghinakan/menghambakan diri hanya patut dipersembahkan kepada Allah azza wajalla semata.

Kesimpulannya kita lebih pilih dikatakan tidak "beradat" atau tidak "beragama"??? Wallahu a'lam.

Inspirasi dari kajian Al ustadz muhammad afifuddin dengan judul yang sama "antara adat & syari'at" www.ilmoe.com/audio/8758/ustadz-muhammad-afifuddin-2-maret-2013-antara-adat-dengan-syariat-01-mp3
Baca selengkapnya Bagikan

Jual Baton Sword (mini samurai)



Spesifikasi :
  • Panjang tebuka   :  49  cm
  • Panjang tersambung  : 86,5  cm
  • Panjang tertutup  :  52,5
  • Lebar  :  1,9 cm
  • Tebal      : 0,2  cm
  • Bahan Stainless steel
  • Sarung dari bahan kain parasit
  • Harga : Rp.120.000,- (luar bandung + ongkos kirim).
  • Hubungi : 082195411510 (romy)











Baca selengkapnya Bagikan

Maut Menjemput, Siapa Kawanmu?

 

Mayit diikuti oleh tiga golongan, akan kembali dua golongan dan satu golongan akan tetap menemaninya, dia akan diikuti oleh keluarganya, hartanya dan amalnya. Maka keluarga dan hartanya akan kembali pulang sementara amalnya akan tetap menemaninya”. (HR.Bukhori dan Muslim)
Anak Adam mesti memiliki keluarga yang selalu bergaul dengan dirinya, harta sebagai bekal hidupnya, dua shahabat ini selalu menyertainya dan suatu saat akan berpisah dengannya. Maka orang yang berbahagia adalah orang yang menjadikan harta sebagai sarana untuk berdzikir kepada Alloh SUbhanahu waTa’ala, dan menafkahkannya untuk kepentingan akhirat, dan dia mengambil harta itu sebatas kebutuhan yang bisa menyampaikannya untuk kehidupan akherat, dia mencari istri yang shalehah yang bisa menjaga keimanannya. Adapun orang yang menjadikan harta dan keluarga yang menyibukkannya sehingga melalaikan Alloh SUbhanahu waTa’ala maka dia temasuk orang yang merugi, sebagaimana firman Alloh SUbhanahu waTa’ala, tentang orang-orang Badui:
“Harta dan keluarga kami telah merintangi kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami…”. (QS. Al-Fath: 11)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.. “(QS. Al-Munafiqun: 9)
Adapun teman pertama adalah keluarga, maka keluaraga tidak akan memberikan manfaat apapun baginya setelah kematiannya kecuali orang yang memintakan ampun baginya dan berdo’a baginya. Bisa jadi keluaraganya tidak berdo’a baginya, sebab bisa jadi orang lain yang lebih jauh, lebih memberikan manfaat bagi keluarganya, sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh orang-orang shaleh: Keluargamu sibuk membagi warisan yang telah engkau tinggalkan, sementara ada orang lain yang bersedih dengan kematianmu dan berdo’a untukmu pada saat dirimu berada di antara himpitan lubang-lubang dalam tanah, dan di antara keluarga itu ada yang menjadi musuh bagimu, sebagaimana firman Alloh SUbhanahu waTa’ala:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu”. (QS. Al-Tagabun: 14)
Adapun teman yang kedua adalah harta, maka dia tidak mengikuti pemiliknya dan tidak pula masuk ke dalam kuburnya, dan kembalinya harta tersebut sebagai kalimat kiasan bahwa harta itu tidak menemani pemiliknya di dalam kuburnya dan tidak masuk ke dalam liang kubur pemiliknya.
“Anak Adam berkata: Hartaku, hartaku, Allah berfirman: Apakah engkau memiliki harta wahai anak Adam kecuali apa yang engkau telah makan dan habis, atau engkau pakai lalu rusak, atau engkau sedekahkan lalu engkau berlalu membawanya dan apa-apa selain itu maka dia pergi dan ditinggalkan untuk orang lain”. (HR.Muslim)
 “Siapakah di antara kalian yang harta pewarisnya lebih dicintainya daripada harta dirinya sendiri?. Para shahabat berkata: Wahai Rasulullah, tidak ada seorangpun di antara kita kecuali hartanya lebih dicintainya. Beliau bersabda: Sesungguhnya harta miliknya yang sebenarnya adalah apa yang telah dipersembahkan (sebagai amal shaleh) sementara harta pewarisnya adalah apa yang ditinggalkan”. (HR. Bukhori)
Maka seorang hamba tidak akan mengambil manfaat apapun dari hartanya kecuali apa yang dipersembahkannya untuk masa depan dirinya di (akherat kelak) dan menafkahkan harta itu di jalan Alloh SUbhanahu waTa’ala, dan apa yang telah dimakan dan dipakainya, maka dia bukan bagian yang menjadi miliknya (secara hakiki) dan bukan pula dosa baginya dalam pemanfaatannya. Kecuali jika dia berniat dengan niat amal shaleh, maka dia akan diberikan kepadanya pahala secara mutlak.
Sebagian raja berkata kepada Abi Hazim yang hidup zuhud: Kenapa kita membenci kematian?. Dia menjawab: Karena engkau mengagungkan dunia, engkau telah menjadikan hartamu di hadapan kedua matamu maka engkau pasti benci meninggalkannya dan seandainya engkau mempersiapkannya untuk akheratmu niscaya engkau akan senang menggunakannya untuk mengejarnya.
َKamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imron: 92)
Dan Ibnu Umar tidak bangga kepada hartanya kecuali apa yang telah dipersembahkannya sebagai amal shaleh karena Alloh SUbhanahu waTa’ala, sehingga pada suatu ketika pada saat dia menunggang seekor onta, lalu dia kagum dengannya, maka diapun segera turun darinya dan mengaraknya dan menjadikannya sebagai shadaqah di jalan Alloh SUbhanahu waTa’ala.
Adapun teman yang ketiga, Dia adalah amal yang mengikuti pemiliknya ke dalam kubur dan hidup bersamanya dalam kubur tersebut, dia bersamanya pada saat dibangkitkan  menghadap Alloh SUbhanahu waTa’ala. Amal itu menyertainya pada saat dikumpulkan di padang mahsyar, di atas shirot, pada saat ditimbang dan dengan amal itu pula seseorang akan memperoleh tingkat kedudukannya di surga atau di neraka.
“Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya)untuk dirinya sendiri dan barang siapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hamba (Nya).” (QS. Fushilat: 46)
“Barang siapa yang kafir maka dia sendirilah yang menanggung (akibat) kekafirannya itu; dan barang siapa yang beramal saleh maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan),” (QS. Al-Rum: 44)
Sebagian ulama salaf (terdahulu) berkata tentang tafsir ayat di atas atau mereka mempersiapkan bagi diri mereka kebutuhan di dalam kubur mereka. Maka amal shaleh sebagai tempat yang menyejukkan bagi  yang mengerjakannya di dalam kubur, di mana saat di dalam kubur seorang hamba tidak memiliki apapun yang pernah dinikmatinya selama di dunia seperti kasur yang empuk, bantal dan ranjang-ranjang tidur namun setiap orang akan tidur dengan ranjang amal, berbantal kebaikan atau keburukan. Maka orang yang berakal adalah orang yang membangun rumah tempat dia menetap dalam jangka waktu yang panjang, walau seandainya dia membangunnya dengan puing-puing rumahnya yang roboh yang akan ditinggalkannya maka dia tidak akan merugi, bahkan dia beruntung.
Sebagian ulama salaf berkata, “Bekerjalah untuk kepentingan duniamu sebatas lamanya masa kamu menetap padanya, dan berbuatlah untuk akheratmu sebatas lamanya kamu tinggal padanya. Al-Hasan berkata, “Seorang lelaki dari kaum muslimin mengikuti janazah saudaranya lalu pada saat jenazah diturunkan di dalam liang kuburnya lelaki itu berkata: Aku tidak mengetahui yang mengikutimu dari dunia ini kecuali tiga helai kain, demi Allah aku meningalkan rumahku dengan barang-barang yang begitu banyak, demi Allah seandainya aku diberi kesempatan untuk pulang kerumah niscaya aku akan sedekahkan rumahku untuk kepentingan diriku. Al-Hasan berkata: Maka lelaki itupun kembali dan menyedekahkannya.  Dan mereka tahu bahwa orang itu adalah Umar bin Abdul Aziz”.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shallallaahu’alaihi wasallam dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.wallahu a'lam.
Baca selengkapnya Bagikan

Sorotan

tinggalin jejak kalian