Maut Menjemput, Siapa Kawanmu?

Mayit diikuti oleh tiga golongan, akan kembali dua golongan dan satu golongan akan tetap menemaninya, dia akan diikuti oleh keluarganya, hartanya dan amalnya. Maka keluarga dan hartanya akan kembali pulang sementara amalnya akan tetap menemaninya”. (HR.Bukhori dan Muslim)
Anak Adam mesti memiliki keluarga yang
selalu bergaul dengan dirinya, harta sebagai bekal hidupnya, dua
shahabat ini selalu menyertainya dan suatu saat akan berpisah dengannya.
Maka orang yang berbahagia adalah orang yang menjadikan harta sebagai
sarana untuk berdzikir kepada Alloh SUbhanahu waTa’ala, dan
menafkahkannya untuk kepentingan akhirat, dan dia mengambil harta itu
sebatas kebutuhan yang bisa menyampaikannya untuk kehidupan akherat, dia
mencari istri yang shalehah yang bisa menjaga keimanannya. Adapun orang
yang menjadikan harta dan keluarga yang menyibukkannya sehingga
melalaikan Alloh SUbhanahu waTa’ala maka dia temasuk orang yang merugi,
sebagaimana firman Alloh SUbhanahu waTa’ala, tentang orang-orang Badui:
“Harta dan keluarga kami telah merintangi kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami…”. (QS. Al-Fath: 11)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.. “(QS. Al-Munafiqun: 9)
Adapun teman pertama adalah keluarga,
maka keluaraga tidak akan memberikan manfaat apapun baginya setelah
kematiannya kecuali orang yang memintakan ampun baginya dan berdo’a
baginya. Bisa jadi keluaraganya tidak berdo’a baginya, sebab bisa jadi
orang lain yang lebih jauh, lebih memberikan manfaat bagi keluarganya,
sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh orang-orang shaleh: Keluargamu
sibuk membagi warisan yang telah engkau tinggalkan, sementara ada orang
lain yang bersedih dengan kematianmu dan berdo’a untukmu pada saat
dirimu berada di antara himpitan lubang-lubang dalam tanah, dan di
antara keluarga itu ada yang menjadi musuh bagimu, sebagaimana firman
Alloh SUbhanahu waTa’ala:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu”. (QS. Al-Tagabun: 14)
Adapun teman yang kedua adalah harta,
maka dia tidak mengikuti pemiliknya dan tidak pula masuk ke dalam
kuburnya, dan kembalinya harta tersebut sebagai kalimat kiasan bahwa
harta itu tidak menemani pemiliknya di dalam kuburnya dan tidak masuk ke
dalam liang kubur pemiliknya.
“Anak Adam berkata: Hartaku, hartaku, Allah berfirman: Apakah
engkau memiliki harta wahai anak Adam kecuali apa yang engkau telah
makan dan habis, atau engkau pakai lalu rusak, atau engkau sedekahkan
lalu engkau berlalu membawanya dan apa-apa selain itu maka dia pergi dan
ditinggalkan untuk orang lain”. (HR.Muslim)
“Siapakah di antara kalian yang harta pewarisnya lebih dicintainya daripada harta dirinya sendiri?.
Para shahabat berkata: Wahai Rasulullah, tidak ada seorangpun di antara
kita kecuali hartanya lebih dicintainya. Beliau bersabda: Sesungguhnya
harta miliknya yang sebenarnya adalah apa yang telah dipersembahkan
(sebagai amal shaleh) sementara harta pewarisnya adalah apa yang
ditinggalkan”. (HR. Bukhori)
Maka seorang hamba tidak akan mengambil
manfaat apapun dari hartanya kecuali apa yang dipersembahkannya untuk
masa depan dirinya di (akherat kelak) dan menafkahkan harta itu di jalan
Alloh SUbhanahu waTa’ala, dan apa yang telah dimakan dan dipakainya,
maka dia bukan bagian yang menjadi miliknya (secara hakiki) dan bukan
pula dosa baginya dalam pemanfaatannya. Kecuali jika dia berniat dengan
niat amal shaleh, maka dia akan diberikan kepadanya pahala secara
mutlak.
Sebagian raja berkata kepada Abi Hazim yang hidup zuhud: Kenapa kita membenci kematian?. Dia menjawab: Karena engkau mengagungkan dunia, engkau telah menjadikan hartamu di hadapan kedua matamu maka
engkau pasti benci meninggalkannya dan seandainya engkau
mempersiapkannya untuk akheratmu niscaya engkau akan senang
menggunakannya untuk mengejarnya.
“َKamu sekali-kali tidak
sampai kepada kebaikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan
sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka
sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imron: 92)
Dan Ibnu Umar tidak bangga kepada
hartanya kecuali apa yang telah dipersembahkannya sebagai amal shaleh
karena Alloh SUbhanahu waTa’ala, sehingga pada suatu ketika pada saat
dia menunggang seekor onta, lalu dia kagum dengannya, maka diapun segera
turun darinya dan mengaraknya dan menjadikannya sebagai shadaqah di
jalan Alloh SUbhanahu waTa’ala.
Adapun teman yang ketiga,
Dia adalah amal yang mengikuti pemiliknya ke dalam kubur dan hidup
bersamanya dalam kubur tersebut, dia bersamanya pada saat dibangkitkan
menghadap Alloh SUbhanahu waTa’ala. Amal itu menyertainya pada saat
dikumpulkan di padang mahsyar, di atas shirot, pada saat ditimbang dan
dengan amal itu pula seseorang akan memperoleh tingkat kedudukannya di
surga atau di neraka.
“Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya)untuk dirinya sendiri dan barang siapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hamba (Nya).” (QS. Fushilat: 46)
“Barang siapa yang kafir maka dia
sendirilah yang menanggung (akibat) kekafirannya itu; dan barang siapa
yang beramal saleh maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan
(tempat yang menyenangkan),” (QS. Al-Rum: 44)
Sebagian ulama salaf (terdahulu) berkata
tentang tafsir ayat di atas atau mereka mempersiapkan bagi diri mereka
kebutuhan di dalam kubur mereka. Maka amal shaleh sebagai tempat yang
menyejukkan bagi yang mengerjakannya di dalam kubur, di mana saat di
dalam kubur seorang hamba tidak memiliki apapun yang pernah dinikmatinya
selama di dunia seperti kasur yang empuk, bantal dan ranjang-ranjang
tidur namun setiap orang akan tidur dengan ranjang amal, berbantal
kebaikan atau keburukan. Maka orang yang berakal adalah orang yang
membangun rumah tempat dia menetap dalam jangka waktu yang panjang,
walau seandainya dia membangunnya dengan puing-puing rumahnya yang roboh
yang akan ditinggalkannya maka dia tidak akan merugi, bahkan dia
beruntung.
Sebagian ulama salaf berkata, “Bekerjalah
untuk kepentingan duniamu sebatas lamanya masa kamu menetap padanya,
dan berbuatlah untuk akheratmu sebatas lamanya kamu tinggal padanya.
Al-Hasan berkata, “Seorang lelaki dari kaum muslimin mengikuti janazah
saudaranya lalu pada saat jenazah diturunkan di dalam liang kuburnya
lelaki itu berkata: Aku tidak mengetahui yang mengikutimu dari dunia
ini kecuali tiga helai kain, demi Allah aku meningalkan rumahku dengan
barang-barang yang begitu banyak, demi Allah seandainya aku diberi
kesempatan untuk pulang kerumah niscaya aku akan sedekahkan rumahku
untuk kepentingan diriku. Al-Hasan berkata: Maka lelaki itupun kembali
dan menyedekahkannya. Dan mereka tahu bahwa orang itu adalah Umar bin
Abdul Aziz”.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shallallaahu’alaihi wasallam dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.wallahu a'lam.