Qisas merupakan salah-satu bentuk hukuman dalam Islam, yang berarti
pelaku kejahatan dibalas setimpal seperti perbuatannya. Kalau dia
membunuh, maka hukumannya dibunuh; bila dia memotong anggota tubuh
korbannya, maka anggota tubuh si penjahat juga dipotong.
Qisas inilah yang menimpa Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Jawa Barat,
yaitu Ruyati binti Satubi, yang pada Sabtu (18/6) lalu dipenggal
kepalanya karena terbukti telah membunuh majikan perempuannya. Qisas
sudah banyak diketahui umum, namun bagaimana kehidupan orang yang
menjalankan eksekusi qisas, baru sedikit yang terungkap. Salah satu yang
pernah terungkap adalah kisah dari Muhammad Saad al-Beshi.
Di Arab Saudi, nama Beshi cukup terkenal. Maklum saja, pria yang kini
berusia sekitar 50 tahun ini merupakan seorang eksekutor andal yang
dipekerjakan secara khusus oleh pemerintah Arab Saudi.
Beshi, yang direkrut jadi eksekutor sejak 1998, mengaku bangga dengan
pekerjaannya itu. Bukan hal yang menakutkan baginya meski harus
menjalankan perintah memenggal kepala para terpidana mati, tak
terkecuali wanita.
“Saya memang menentang kekerasan terhadap perempuan. Namun, jika semua
perintah (pemenggalan) datangnya dari Tuhan, saya harus melaksanakannya.
Saya bangga bisa melakukan pekerjaan untuk Tuhan,” ujar Beshi seperti
dikutip harian Arab News.
Berdasarkan hukum Islam yang berlaku di Arab Saudi, hukuman mati pantas
diberlakukan untuk seorang pembunuh, pemerkosa, penyelundup narkoba,
perampokan bersenjata dan pengguna narkoba.
Selain diminta memenggal kepala tahanan, tak jarang Beshi juga diminta
menembak mati tahanan perempuan. “Semua tergantung permintaan. Kadang
mereka menyuruh saya menggunakan pedang, kadang pula dengan senjata api.
Namun, seringkali saya memakai pedang,” ujarnya.
Ketika diwawancarai, Beshi bekerja sebagai eksekutor di penjara Taif. Di
antara tugasnya di sana, ia harus memborgol dan menutup mata tahanan
yang menghadapi hukuman mati. Pernah, dalam sehari ia memenggal 10
kepala terpidana mati.
Betapapun kuat mental Beshi, toh ia mengakui bahwa ketika pertama kali
menjadi eksekutor di Jeddah, ia sangat gugup. Pasalnya, banyak orang
yang menyaksikan eksekusi itu. Namun, kini Beshi telah mampu mengatasi
“demam panggung”-nya.
“Tahanan saat itu diikat dan ditutup matanya. Dengan sekali tebas pakai
pedang, saya memisahkan kepalanya, yang jatuh menggelundung beberapa
meter jauhnya,” kenang Beshi tentang pemenggalan pertama yang
dilakukannya.
Kala itu, banyak saksi yang muntah usai menyaksikan pemenggalan
tersebut. Beshi mengaku tidak tahu mengapa mereka ikut menyaksikan
“penjagalan” kalau tak tahan.
Meski menjadi penjagal kelas wahid di negaranya, Beshi menyebut tak ada
orang yang takut dengan dirinya. “Saya tetap memiliki banyak saudara dan
teman, terutama di masjid. Saya juga memiliki kehidupan normal seperti
kebanyakan orang. Tidak ada masalah dengan kehidupan sosial saya,”
tegasnya.
Pedang yang digunakannya merupakan hadiah dari pemerintah Arab Saudi.
Tak lupa ia selalu mengasah mata pedangnya agar tetap tajam. Bahkan
anak-anaknya selalu membantunya membersihkannya.
“Banyak orang terkesan dengan ketajaman pedang ini, yang bisa memisahkan kepala dari badan,” ujar Beshi blak-blakan.
Beshi tak mau mengungkap berapa ia dibayar pemerintah sebagai eksekutor
karena hal itu merupakan kesepakatan yang harus dirahasiakan. Namun, ia
menekankan bahwa gaji tidaklah penting. “Saya sudah sangat bangga bisa
menjalankan perintah Tuhan,” tandasnya.
Meskipun begitu, Beshi menyebut harga sebuah pedangnya sekitar 20.000 Riyal (sekitar Rp 56 juta).
Sebelum melaksanakan tugasnya, Beshi selalu menemui keluarga korban
kejahatan, dan meminta agar mereka memaafkan si terpidana. Dan ketika
berada di tempat eksekusi, satu-satunya pembicaraan Beshi dengan
terpidana hanyalah permintaan Beshi agar si terpidana terus membaca
kalimat syahadat sampai detik-detik terakhir sebelum dipenggal.
“Ketika masuk ke dalam ruang eksekusi, ketabahan para tahanan seolah
menjadi runtuh. Lalu saya membaca perintah eksekusi dan begitu ada
tanda, saya menebas kepala terpidana,” imbuhnya.
Sebagai senior di bidang “penjagalan”, Beshi juga diminta untuk
menyiapkan penerusnya. Ia kini tengah melatih anak laki-lakinya Musaed
untuk menjadi seorang eksekutor andal.
“Saya berhasil melatih anak saya sebagai seorang eksekutor. Ia
menerimanya, dan bahkan sudah terpilih untuk menggantikan saya suatu
saat,” ujar Beshi bangga.
Biasanya latihan yang dijalankannya adalah bagaimana cara memegang
pedang dan tempat di mana mengayunkan mata pedang ke sasaran. Tak jarang
ia juga harus melakukan amputasi tangan atau kaki terpidana yang
terbukti mencuri.
“Saya biasa menggunakan pisau khusus yang sangat tajam untuk amputasi
itu, bukan pedang. Ketika mengiris, saya memulainya dari tulang sendi
agar mudah,” katanya.
Kendati tugasnya bisa dianggap “menyeramkan”, toh Beshi memiliki
kehidupan yang normal. Ayah dari tujuh anak ini mengaku sebagai sosok
pria rumahan dan penyayang. Ketika ditunjuk oleh pemerintah Saudi
sebagai eksekutor, Beshi sudah menikah.
Beruntung sang istri tidak mempermasalahkan pilihan profesinya. “Ia
hanya menyuruh saya untuk selalu berhati-hati sebelum melibatkan diri,”
katanya.
Meski demikian, Beshi bersyukur, istrinya tidak takut dengan dirinya.
“Keluarga saya penuh kasih sayang dan cinta. Mereka tidak takut meski
saya baru pulang dari eksekusi. Bahkan mereka membantu saya membersihkan
pedang,” tuturnya.
source : vivanews.com