yakuza,triad dan preman indonesia

Yakuza (mafia jepang)
Sejarah panjang Yakuza dimulai kira-kira pada tahun 1612, saat Shogun Tokugawa berkuasa dan menyingkirkan shogun sebelumnya. Pergantian ini mengakibatkan kira-kira 500.000 orang samurai yang sebelumnya disebut hatomo-yakko (pelayan shogun) menjadi kehilangan tuan, atau disebut sebagai kaum ronin.

Yakuza
Yakuza 
Men

Yakuza Girl Tattoo

Yakuza Girl

Seperti kata pepatah : ?orang yang hanya punya martil cenderung melihat segala sesuatu bisa beres dengan dimartil..?, demikian juga dengan kaum ronin ini. Banyak dari mereka menjadi penjahat dan centeng. Mereka disebut sebagai kabuki-mono atau samurai nyentrik urakan yang ke mana-mana membawa pedang. Mereka berbicara satu sama lain dalam bahasa slang dan kode rahasia. Terdapat kesetiaan tingi di antara sesama ronin sehingga kelompok ini sulit dibasmi.

Yakuza
Yakuza

Apakah kaum ronin ini yang menjadi biang Yakuza?? Bukan.

Untuk melindungi kota dari para kabuki-mono, banyak kota-kota kecil di Jepang membentuk machi-yokko (satgas kampung). Satgas ini terdiri dari para pedagang, pegawai, dan orang biasa yang mau menyumbangkan tenaganya untuk menghadapi kaum kabuki-mono. Walaupun mereka kurang terlatih dan jumlahnya sedikit, tetapi ternyata para anggota machi-yokko ini sanggup menjaga daerah mereka dari serangan para kabuki mono. Di kalangan rakyat Jepang abad ke 17 ? kaum machi-yokko ini dianggap seperti pahlawan.

Masalah jadi rumit, karena setelah berhasil menggulung para ronin, para anggota machi-yokko ini malah meninggalkan profesi awal mereka ? dan memilih jadi preman. Hal ini diperparah lagi dengan turut campurnya Shogun dalam memelihara para machi-yokko ini. Ada dua kelas profesi para machi-yokko, yaitu kaum Bakuto (penjudi) dan Tekiya (pedagang). Namanya saja kaum pedagang ? tetapi pada kenyataannya, kaum Tekiya ini suka menipu dan memeras sesama pedagang. Walau begitu, kaum ini punya sistem kekerabatan yang kuat. Ada hubungan kuat antara Oyabun (Boss-bapak) dan Kobun (bawahan-anak), serta Senpai-Kohai (Senior-Junior) yang kemudian menjadi kental di organisasi Yakuza.

PEJUDI SEWAAN

Kaum Bakuto (penjudi), punya sejarah yang unik. Awalnya mereka disewa oleh Shogun untuk berjudi melawan para pegawai konstruksi dan irigasi. Untuk apa?? Agar gaji para pegawai konstruksi dan irigasi habis di meja judi ? dan tenaga mereka bisa disewa dengan harga murah!

Jenis judi yang biasa dilakukan adalah menggunakan kartu Hanafuda dengan sistem permainan mirip Black Jack. Tiga kartu dibagikan dan bila angka kartu dijumlahkan ? maka angka terakhir menunjukkan siapa pemenang. Nah diantara sekian banyak ?kartu sial?, kartu berjumlah 20 adalah yang paling sering disumpahi orang, karena berakhiran nol. Salah satu konfigurasi kartu ini adalah kartu dengan nilai 8-9-3 ? yang dalam bahasa Jepang menjadi Ya-Ku-Za ? yang kemudian menjadi nama asal Yakuza.

Dari kaum Bakuto ini juga muncul tradisi menandai diri dengan tattoo sekujur badan (disebut irezumi) dan yubitsume (potong jari) sebagai bentuk penyesalan ataupun sebagai hukuman. Awalnya hukuman ini bersifat simbolik ? karena ruas atas jari kelingking yang dipotong membuat si empunya tangan menjadi lebih sulit memegang pedang dengan mantap. Hal ini menjadi simbol ketaatan terhadap pimpinan.

YAKUZA MODERN

Waktu pun berlalu, kaum Bakuto dan Tekiya menjadi satu identitas sebagai Yakuza. Kaum yang asalnya bertugas melindungi masyarakat ? menjadi ditakuti masyarakat. Para pimpinan Jepang memanfaatkan hal ini untuk mengendalikan masyarakat dan menggerakkan nasionalisme. Yakuza ikut direkrut oleh pemerintah Jepang dalam aksi pendudukan di Manchuria dan China oleh Jepang tahun 1930-an. Para Yakuza dikirim ke daerah tersebut untuk merebut tanah, dan memperoleh hak monopoli sebagai imbalan.

Peruntungan kaum Yakuza berubah setelah Jepang menyerang Pearl Harbor. Militer mengambil alih kendali dari tangan Yakuza. Para anggota Yakuza akhirnya harus memilih apakah bergabung dalam birokrasi pemerintah, jadi tentara atau masuk penjara. Boleh dikata pamor Yakuza tenggelam.

Setelah Jepang menyerah, para anggota Yakuza kembali ke masyarakat. Muncul satu orang yang berhasil mempersatukan seluruh organisasi Yakuza. Orang itu adalah Yoshio Kodame, seorang ex-militer dengan pangkat terakhir Admiral Muda (yang dicapainya di usia 34 tahun). Yoshio Kodame berhasil mempersatukan dua fraksi besar Yakuza, yaitu Yamaguchi-gumi yang dipimpin Kazuo Taoka, dan Tosei-kai yang dipimpin Hisayuki Machii. Yakuza pun bertambah besar keanggotaannya terutama di periode 1958-1963 ? saat organisasi Yakuza diperkirakan memiliki anggota 184.000 orang ? atau lebih banyak daripada anggota tentara angkatan darat Jepang saat itu. Yoshio Kodame dinobatkan sebagai godfather-nya Yakuza.

ECSTASY, PACHINKO DAN PELUNCUR ROKET

Di masa kini, keanggotaan Yakuza diperkirakan telah menurun tajam ? tetapi bukan berarti tidak berbahaya. Tulang punggung bisnis illegal mereka adalah pachinko, perdagangan ampethamine (termasuk ice dan ecstasy), prostitusi, pornografi, pemerasan, hingga penyelundupan senjata.

Di era 1980-an, Yakuza mengembangkan sayap mereka hingga ke Amerika, dan ikut masuk dalam bisnis legal untuk mencuci uang mereka. Dalam operasinya, Yakuza membeli asset di Amerika ? dan salah satu yang pernah mencuat ke permukaan adalah keterlibatan Prescott Bush Jr., saudara dari presiden George Bush dan paman dari Presiden George W. Bush Jr., dalam transaksi penjualan perusahaan Asset Management International Financing & Settlements di awal 1990-an.

Berdasarkan perkiraan kasar dari sumber majalah Far Eastern Economic Review edisi 17 Januari 2002 ? Yakuza diperkirakan telah menanamkan uang hingga USD 50 Milyar dalam investasi saham dan perusahaan di Amerika. Bandingkan dengan cadangan devisa Indonesia yang USD 36 Milyar.

Di dalam negeri, Yakuza juga ditengarai turut berperan dalam anjloknya ekonomi Jepang selama 10 tahun terakhir. Sebagai akibat amblasnya bisnis properti dan macetnya kredit bank di Jepang pasca 1990 ? banyak debitor yang menyewa anggota Yakuza agar agunan mereka tidak disita oleh bank. Selain itu, banyak perusahaan yang memperoleh pinjaman bank ? pada dasarnya adalah sebuah kigyo shatei atau perusahaan boneka miliki Yakuza. Perusahaan milik Yakuza ini diperkirakan memperoleh kredit antara USD 300-400 Milyar, dan sebagian dari jumlah itu dialirkan ke induk organisasi Yakuza. Menghadapi hal seperti ini - bank Jepang jelas tidak bisa berkutik.

Di sisi lain, anggota Yakuza juga kerap membeli asset properti dengan harga miring dari perusahaan yang butuh cash ? untuk dijual kembali dengan harga tinggi ? apapun itu mulai dari apartemen, perkantoran hingga rumah sakit. Bila sebuah bangunan telah dibeli oleh Yakuza ? siapa sih yang berani jadi tetangga mereka? Alhasil harga properti langsung amblas, dan segera naik segera setelah Yakuza menjualnya.

Selain beroperasi secara di level bawah, Yakuza juga menggurita di kalangan politisi Jepang. Beberapa praktek suap telah terbongkar termasuk dalam program tender proyek umum senilai trilyunan yen. Program rekapitalisasi perbankan Jepang yang berlarut-larut tidak kunjung selesai ? diperparah oleh keterlibatan Yakuza yang sangat berkepentingan dalam bisnis properti dan kredit perbankan. Saat ini perbankan Jepang masih menanggung beban kredit macet sebesar kira-kira USD 1,2 Trilyun ? dan membuat ekonomi tidak bertumbuh selama 10 tahun terakhir.
Triad (Mafia Hongkong)




  Triad adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan banyak cabang organisasi kriminal Cina yang berbasis di Taiwan, Hong Kong, Macau, Cina Daratan, dan juga di negara-negara dengan populasi Cina yang signifikan, seperti Malaysia, Singapura, Amerika Serikat dan Kanada.
kegiatan Triad termasuk kejahatan seperti Pembakaran, penganiayaan, penipuan bank, pemboman, taruhan, penyuapan, pemboman mobil, pencurian mobil, pemalsuan cek, penyelundupan manusia, korupsi polisi, korupsi politik, prostitusi, Perampokan, Pembajakan Software, perdagangan mobil curian dan peralatan mobil, penipuan Visa, penipuan Kesejahteraan, dan bentuk-bentuk pemerasan. Pada hari ini, sumber utama pendapatan triad termasuk pemalsuan hak cipta dan merek dagang dari barang, seperti pakaian, perangkat lunak komputer, jam tangan, tas tangan, CD bajakan musik dan film VCD / DVD. Triad juga dikenal untuk perdagangan hewan bagian spesies terancam punah, seperti hiu, serta penyelundupan tembakau dan produk alkohol.Triad awal dimulai sebagai perlawanan / pasukan pemberontak yang menentang kekuasaan Manchu di Cina selama dinasti Qing, sebagai Manchurians dianggap penyerbu asing di masyarakat Cina dominan Han Cina lalu. Pada 1760-an, the Heaven and Earth Society didirikan, dengan tujuan untuk menggulingkan Dinasti Qing dan memulihkan pemerintahan Cina Han di Cina. Sebagai menyebarkan pengaruh masyarakat di seluruh China, bercabang menjadi beberapa kelompok-kelompok kecil dengan nama yang berbeda, salah satunya adalah the Three Harmonies Society . Masyarakat ini mengadopsi segitiga sebagai lambang mereka, biasanya disertai dengan gambar dekoratif pedang atau potret Guan Yu (Kwan Kong). Istilah "triad" pertama kali diciptakan oleh otoritas Inggris di Hong Kong kolonial, sebagai referensi untuk menggunakan triad citra segitiga. Beberapa organisasi triad juga menelusuri akar mereka dengan gerakan revolusioner yang disebut White Lotus Society.

Setelah jatuhnya Dinasti Qing pada tahun 1911 dan jatuhnya pemerintahan kekaisaran di China, tujuan utama Hong Society, untuk menggulingkan penguasa Manchu, dianggap tercapai. Sebagai konsekuensi dari kemenangan ini adalah bahwa masyarakat telah kehilangan motivasi untuk bertahan hidup, diperparah oleh kenyataan bahwa beberapa pemberontak telah melewatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemberontakan yang sebenarnya, membuat sebagian besar dari mereka marah dan tertekan. Sebagai pemberontak tidak dapat kembali ke kehidupan mereka sebagai warga negara biasa, setelah tahun yang dihabiskan dalam bahaya dan kekerasan ekstrim sebagai penjahat, banyak dari mereka bersatu kembali untuk membentuk organisasi kriminal.
Setelah jatuhnya Dinasti Qing pada tahun 1911 dan jatuhnya pemerintahan kekaisaran di China, tujuan utama Hong Society, untuk menggulingkan penguasa Manchu, dianggap tercapai. Sebagai konsekuensi dari kemenangan ini adalah bahwa masyarakat telah kehilangan motivasi untuk bertahan hidup, diperparah oleh kenyataan bahwa beberapa pemberontak telah melewatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemberontakan yang sebenarnya, membuat sebagian besar dari mereka marah dan tertekan. Sebagai pemberontak tidak dapat kembali ke kehidupan mereka sebagai warga negara biasa, setelah tahun yang dihabiskan dalam bahaya dan kekerasan ekstrim sebagai penjahat, banyak dari mereka bersatu kembali untuk membentuk organisasi kriminal.

Beberapa Triad Hong Kong memiliki kekuatan bersenjata sendiri seperti kartel narkoba internasional, mempertahankan dan melindungi sumber daya vital seperti tumpukan uang tunai, produk obat dan amunisi. Seperti mafia, triad biasanya membatasi kekerasan dalam masyarakat mereka sendiri dan bukan pada publik.

Tidak ada tokoh utama di Hong Kong triad untuk mengontrol semua anggota lainnya dalam aktivitas ilegal melalui struktur hirarki. Sebaliknya, mereka dibagi menjadi beberapa kelompok independen dan tidak dapat berfungsi di bawah rencana kekuasaan-dan-kepatuhan mutlak dan ketat. Misalnya, King Yee adalah cabang anak perusahaan dari Sun Yee On, tapi anggota King Yee tidak menerima perintah dari "atasan mereka". Kekuatan sebenarnya dari triad terletak di lantai dasar hirarki. Biasanya, seorang pejabat "triad" ("Red Pole") memimpin sebuah kelompok 15 anggota aktif ("tentara") dan melakukan kegiatan agresif pada "wilayah mereka". Seorang pemimpin dengan hegemoni jelas tidak mungkin dapat perintah para pemimpin lain dan konflik internal yang mungkin timbul ketika kelompok memerangi satu sama lain untuk merebut keuntungan yang lebih besar.

Triad juga menggunakan kode numerik untuk membedakan antara peringkat dan posisi dalam geng.

Sebagai Hong Kong berkembang ekonomi, triad hampir memberikan kepuasan kondisi sosial dan berkaitan dengan uang untuk mendorong loyalitas mutlak di antara para anggotanya. Salah satu konsekuensi dari ini adalah bahwa struktur triad saat ini telah menjadi lebih fleksibel; sistem peringkat delapan adat telah berubah menjadi peringkat empat-satu. Ritual inisiasi canggih untuk anggota baru telah disederhanakan menjadi sebuah praktik umum "menggantung Lentera Biru", perjanjian lisan (sumpah) dengan sedikit formalitas. Tingkat otokrasi dalam triad juga telah menurun sebagai anggota memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk memprioritaskan kepentingan pribadi mereka, dengan kebebasan yang lebih besar dalam beralih dari satu kelompok ke kelompok lain tanpa menunjukkan memperhatikan prinsip dasar tradisional.





Untuk menjadi anggota TRIAD, harus menjalan-kan upacara dengan mengucap-kan 36 butir sumpah, 3 butir di antara-nya:

* ‘Setelah memasuki gerbang Hung I, saya harus memperlaku-kan orangtua dan kerabat dari saudara sesumpah saya sebagai keluarga saya sendiri. Jika saya melanggar saya bersedia mati disambar lima petir.’
* ‘Saya tidak akan berkonspirasi dengan orang lain untuk mencurangi saudara sesumpah saya dalam berjudi. Jika terjadi saya akan mati oleh pedang anggota-anggota saya sendiri.’
* ‘Jika saya mengetahui bahwa Pemerintah mencari saudara sesumpah saya, maka saya akan segera memberitahu saudara sesumpah saya tersebut agar ia dapat melari-kan diri dengan segera. Jika melanggar saya akan mati disambar lima petir.

Saat ini posisi TRIAD lebih mirip seperti organisasi bisnis. Interaksi antar kekuatan geng TRIAD di Cina daratan, Taiwan, Macau, dan Hongkong tidak menghindar dari perhatian pihak berwenang setempat, namun justru mendapat banyak keuntungan. Pasar terbesar saat ini berada di Cina daratan, dan mereka sangat berorientasi pada bisnis. Mereka mengejar uang dalam jumlah besar lewat jalan apapun.






preman indonesia
  

Basri sangaji


Jejak Darah di Kebayoran Inn
Basri Sangaji mempunyai banyak kawan dan musuh. Delapan pemuda telah mengaku membunuh Basri.
BELASAN pria berwajah tak ramah masuk ke Hotel Kebayoran Inn. Hasit Marabesi dan Rusina Lestaluhu yang tengah terkantuk-kantuk di meja resepsionis, serta M. Simbolon dan Sunarono, staf pengamanan hotel, tak berani menghadang. Maklumlah, di genggaman para tamu tak diundang itu terselip kelewang dan golok
Gerak cepat mereka menaiki tangga menyiratkan bahwa mereka tahu benar di mana buruan mereka berada. Kamar 30, lantai dua hotel yang terletak di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, itu. Lalu, brak! Pintu kamar dibuka secara paksa. Tak lama terdengar gaduh orang adu mulut ditingkahi suara besi beradu dan letusan senjata api.
Keributan pada Selasa subuh pekan lalu itu hanya berlangsung 10 menit. Ketika keluar, mereka sempat merusak jip Lexus hitam milik penghuni kamar yang diparkir di depan lobi hotel. Lalu, mereka ngacir dengan dua mobil.
Setelah para penyerbu menghilang, baru pegawai hotel mencari tahu apa gerangan yang terjadi. Ketika menuju ke suite room itu mereka terkesiap. Darah mengalir menuruni anak tangga. Di dalam kamar, mereka saksikan seorang pria tewas, tergeletak di sofa. Dadanya berlubang bekas terjangan peluru. Tangan kirinya putus.
Dia adalah Basri Jala Sangaji, 35 tahun, pemimpin sekelompok pemuda yang menguasai beberapa wilayah yang padat tempat hiburan di Jakarta. Pagi itu Basri tak sendirian. Dia bersama adiknya, Ali Sangaji, 30 tahun, dan orang kepercayaannya, Jamal Sangaji, 33 tahun. Dua orang ini terluka parah. Selangkangan Ali terluka akibat tembakan. Tangan kanan Jamal nyaris putus karena ditebas golok.
Selanjutnya, pegawai hotel menghubungi polisi. Di lokasi kejadian, aparat menemukan pistol berpeluru karet jenis FN kaliber 32 milik Basri. Hari itu juga, jasad Basri dibawa ke rumahnya di perumahan Vila Alfa Mas, Pulo Mas, Jakarta Timur. Ribuan pelayat sudah tumplek di sana. Jenazah hanya singgah semalam. Esoknya dikirim ke Desa Rohomoni, Pulau Haruku, Maluku Tengah. Di kampung halamannya inilah dia dikebumikan.
Maluku geger dengan kabar tewasnya Basri. Maklum, ia terhitung tokoh pemuda yang memiliki ratusan pengikut. Sebagian dari anak buah Basri adalah "pensiunan" konflik Maluku. Dengan modal massa itu, Basri menjejak kancah politik. Pada pemilihan presiden kemarin, ia termasuk tim sukses pasangan Wiranto-Salahuddin Wahid.
Suasana kota Ambon pun mencekam. Beredar kabar, anak buah Basri telah tiba di Ambon pada hari yang sama. Cerita balas dendam berseliweran. Kelompok yang dibidik adalah geng yang selama ini berseberangan dengan Basri. Itu sebabnya, Kepala Kepolisian Daerah Maluku, Brigadir Jenderal Aditya Warman, mensiagakan semua personelnya di titik-titik yang dianggap rawan di Maluku.
Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu mengimbau masyarakat agar tak terprovokasi dengan insiden pembunuhan tersebut. Karel tak mau peristiwa berdarah yang menelan 1.842 jiwa akibat konflik antaragama pada 1998-1999 terulang lagi. Peristiwa ini juga diawali bentrok antarpemuda yang mabuk. Karena itu, wajar jika sang Gubernur buru-buru mendinginkan suasana daerahnya.
Buat meredakan ketegangan, Aditya pun buru-buru mengatakan bahwa tersangkanya sudah diketahui dan ditangkap. "Hanya saja masalah ini ditangani di Jakarta," kata Aditya kepada Tempo.
Memang, polisi di Jakarta telah menangkap delapan tersangka. Namun, Komisaris Besar Mathius Salempang belum mau mengungkap motif pembunuhan ini. "Kami melihat fakta-fakta yang ada di lapangan saja," katanya. Jadi, hanya sampai pada delapan tersangka tadi. "Saya sangat yakin mereka pelakunya," kata Mathius.
Pembunuhan Basri mestinya memang gampang terungkap lantaran para pelaku meninggalkan banyak jejak. Misalnya, saksi korban Ali dan Jamal mengenal para penyerang. Peristiwa itu dilihat langsung oleh petugas hotel. Nomor polisi mobil penyerbu juga tercatat oleh petugas parkir.
Salah seorang di antara tersangka itu, Emil, 24 tahun, mengaku membunuh Basri karena dendam. Pemuda ini mengatakan, salah seorang kerabatnya, Lus, tewas dibunuh anak buah Basri di kawasan Kayu Manis, Jakarta Timur, pada 1998.
Seorang tokoh pemuda Ambon mengaku mengenal Emil "Dia pendatang baru di 'dunia persilatan' ini," katanya. Emil juga disebutkan bersandar pada seorang pemimpin kelompok pemuda yang selama ini berseberangan dengan Basri.
Siapa sebenarnya dalangnya? "Tak ada yang menyuruh. Kami membunuh karena dendam," kata Louis, 24 tahun, salah seorang tersangka. Kepada wartawan, pemuda Ambon ini mengatakan ke Hotel Kebayoran Inn juga hanya kebetulan saja. "Kami hanya main-main."
Salah seorang musuh Basri adalah Herkules, seorang pemimpin kelompok pemuda yang pernah tenar di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Menurut Herkules, semasa hidupnya Basri meninggalkan jejak keruh. Herkules yang mengaku kenal Basri di diskotek Zona di bilangan Karet, Jakarta Pusat, pada 1991, ini pernah bentrok dengan Basri.
Penyebabnya, seorang pengusaha mengalihkan surat kuasa penagihan utang dari Basri kepada Herkules. Perkelahian terjadi di Kemang IV, Jakarta Selatan, pada Mei 2002. Satu orang tewas dari kelompok Basri. Bibir Herkules terserempet peluru.
Sejak itu, Herkules mengatakan, Basri musuh besarnya. "Dia banyak musuhnya yang sedang antre untuk membunuhnya. Tapi dia mati bukan karena saya. Saya tak tahu pelakunya," katanya kepada Tempo. Herkules mengatakan, Basri juga bermusuhan dengan Ongen Sangaji dan John Kei. "Bahkan pengusaha yang pernah berurusan dengan dia pun menjadi musuhnya," katanya.
Ongen Sangaji yang disebut Herkules adalah seorang tokoh pemuda dari Maluku yang cukup disegani. Tapi, Ongen mengaku tak tahu riwayat tewasnya Basri. "Saya juga sudah lama tak berhubungan dengan Basri, sudah dua tahun," katanya kepada Tempo. "Saya gelap sekali tentang dia," katanya sambil mengucapkan salam dan menutup pembicaraan.
John Kei juga seorang tokoh pemimpin sekelompok pemuda di Jakarta. Dia datang dari Pulau Kei, Maluku. Basri dan John Kei tercatat pernah bentrok beberapa kali. Di antaranya perkelahian di Diskotek Stadium, Jakarta Barat, pada Selasa, 2 Maret. Dua petugas keamanan diskotek tewas. Bentrokan berlanjut di depan Pengadilan Negeri Jakarta Barat, pada Selasa, 8 Juni. Dalam perkelahian itu, jiwa Walterus Refra, kakak kandung John Kei, melayang.
Tak gampang melacak keberadaan John Kei hari-hari belakangan ini. Ketika Tempo menghubungi telepon genggam John Kei, yang menyahut justru seorang wanita. "Pak John sedang tak ada," jawabnya sambil menutup telepon. Pembelaan untuk John justru datang dari pihak kepolisian. "Sejauh ini belum ada keterlibatan dia," kata Mathius.
Selain berselisih dengan "para pendekar", Basri sempat pula berselisih paham dengan seorang pejabat penting di Maluku. Basri pernah menghardik pejabat ini di depan umum di Ambon. Seorang pengusaha ternama di Maluku juga menjadi musuh Basri. Persoalannya menyangkut sebuah proyek pembangunan di Maluku.
Kisah sepak terjang Basri memang cukup panjang. Kunci untuk mengungkap secara tuntas kasus ini bergantung pada pengakuan delapan tersangka tadi. Jangan lupa juga, ada saksi korban yang masih hidup, Ali dan Jamal. 

jhonny key
Polda Maluku Kepolisian Daerah Maluku menangkap John Refra alias John Kei dan adiknya Fransiscus Refra alias Tito, yang diidentifikasi oleh kepolisian sebagai gembong preman Jakarta yang melakukan penganiayaan terhadap Jemi Refra (24) dan Charles Refra (22). Ia diduga memotong jari tangan kanan korban hingga Jefri kehilangan empat jari dan Charles kehilangan tiga jarinya.
Hal itu dikemukakan Kepala Kepolisan Daerah Maluku, Brigadir Jenderal Mudji Waluyo kepada pers di Ambon, Senin (11/8). Ia menjelaskan, polisi juga menangkap tiga anak buah John Kei yaitu Imanuel Warbal alias Engel, Nick Resmol dan Fransiscus Refra alian Nani. Kelima tersangka penganiayaan itu kini ditahan oleh Direktorat Reserse dan Kriminal Polda Maluku.
Penangkapan terhadap John Kei dan tiga anak buahnya dilakukan Senin subuh sekitar pukul 03.00 WIT di Desa Ohoijang, Kota Tual, Maluku Tenggara Barat. Penangkapan melibatkan ratusan aparat kepolisian dari Satuan Brigade Mobil, Detasemen Khusus 88 dan Samapta.
Tiga kendaraan taktis juga diturunkan untuk penangkapan gembong preman itu. Dalam penangkapan itu, tidak terjadi perlawanan. Sedangkan penangkapan terhadap Tito dilakukan di Bandara Pattimura Ambon pada 7 Agustus, saat ia transit dari Tual menuju Jakarta.
John Kei dan tiga anak buahnya diterbangkan dari Tual ke Ambon menggunakan pesawat yang disewa Polda Maluku. Mereka tiba di Ambon pada Senin sekitar pukul 11.00 WIT dan langsung dibawa ke markas Polda Maluku. Mereka dikawal oleh personel Detasemen Khusus 88 bersenjata lengkap dan tim reserse. Saat dikeluarkan dari mobil tahanan, wajah mereka santai dan tidak menunjukan ketegangan.
“Saya tegaskan bahwa Polda Maluku bersama Polres Malra (Maluku Tenggara) melakukan pemberantasan premanisme. Dua orang ini (Jemi dan Charles) merupakan korban premanisme. Preman tersebut kelompok John Kei dan Tito Kei,” ujar Mudji.
Mudji menjelaskan, penganiayaan itu terjadi pada 19 Juli sekitar pukul 23.00 WIT akibat salah paham antara korban dan orangtua John Kei. Charles dan Jemi dituduh akan membunuh ayah John Kei sehingga ia pulang dari Jakarta ke Tual. Motif penganiayaan belum bisa dipastikan kaitanya dengan Pilkada Kota Tual dan Kabupaten Malra yang berlangsung bersamaan pada 12 Agustus. “Kebetulan ini bertepatan dengan Pilkada Kota Tual dan Kabupaten Malra. Saya tidak tahu apakah ada kaitanya,” jelas Mudji.
Mudji menegaskan, penangkapan ini dalam rangka pemberantasan premanisme yang sangat meresahkan. Masyarakat membutuhkan perlindungan jiwa, harta, benda dan martabat. Juga untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat pada polisi. Kedua korban tidak melaporkan penganiayaan itu ke polisi karena takut. Kasus ini terungkap saat Mudji melakukan kunjungan kerja ke Tual dan mengetahui keadaan kedua korban yang mengenaskan.
Pengakuan korban
Jemi yang dihadirkan di Polda Maluku mengaku, ia dijemput pada 19 Juli malam oleh John Kei. Ia sempat melawan saat diseret ke dalam mobil tetapi kemudian menyerah karena ada satu teman John Kei yang keluar dari mobil sambil mengacungkan parang. Di dalam mobil Kijang Innova itu masih ada dua orang lagi.
“Saya kemudian di bawa ke rumah Tito dan dipukuli menggunakan bangku duduk dan batu. John Kei teriak ambil parang kemudian mereka kasih parang dan letakan parang di leher saya. John Kei bilang putus leher tetapi Tito bilang potong saja jari tangan,” ujar Jemi.
Jemi mengaku pasrah menaruh tangan kiri di atas meja tetapi disuruh tangan kanan. Tebasan pertama yang dilakukan Tito menggunakan parang tidak memutus jari Jemi. Keempat jarinya baru putus pada tebasan ke dua dan tersisa ibu jari. Setelah itu, Jemi dibawa ke belakang rumah, diplester mulutnya dan diikat tangan serta kaki. Setelah itu, kelompok penganiaya itu menjemput Charles di rumah saudaranya Demianus Refra.
Charles dianiaya di rumah Tito kemudian dipotong jari tangan kananya oleh Tito. Tebasan diulang hingga lima kali hingga kelingking, telunjuk dan ibu jari putus. Jari tengah dan jari manis tidak putus tetapi pangkal tulangnya retak.
Mereka kemudian disekap dalam kamar mandi di salah satu kamar di Hotel Vilia. Sekitar pukul 04.00 WIT mereka dibawa menggunakan mobil dan dibuang di muka rumah Demianus Refra. “Saya harap bapak-bapak yang di Polda serius menangani permasalahan ini. Jangan seperti yang di Polres Malra karena sudah dua minggu lebih tidak ada tanggapan,” ujar Charles.
Komisaris Is Sarifin, Kepala Rumah Sakit Bhayangkara menjelaskan, mereka tidak mendapat perawatan medis selama dua minggu di Tual. Kondisi luka mereka sudah membusuk saat dibawa ke Ambon dan nyaris diamputasi. Dua jari Charles yang retak masih bisa pulih.
Makin Berkibar setelah Basri Terbunuh
Sepak Terjang Kelompok John Key di Ibu Kota

Nama John Refra Key atau yang biasa disebut John Key lekat dengan dunia kekerasan ibu kota. Nama pria 40 tahun itu semakin berkibar ketika tokoh pemuda asal Maluku Utara, Basri Sangaji, terbunuh di Hotel Kebayoran Inn, Jakarta Selatan, 12 Oktober 2004.

Padahal, dua tokoh pemuda itu seakan bersaing demi mendapatkan nama lebih besar. Dengan kematian Basri, John Key nyaris tanpa saingan. Dia bersama kelompoknya malang-melintang di dunia kekerasan Jakarta.

John Key merupakan pimpinan sebuah himpunan para pemuda asal Pulau Kei di Maluku Tenggara. Mereka berhimpun pasca kerusuhan di Tual, Pulau Kei, Mei 2000. Nama resmi himpunan pemuda itu adalah Angkatan Muda Kei (Amkei). Mereka mengklaim memiliki anggota sekitar 12 ribu orang.

Lewat organisasi tersebut, John mulai mengelola bisnisnya sebagai debt collector alias penagih utang. Usaha itu semakin laris ketika Basri Sangaji, pimpinan kelompok penagih utang lain, tewas. Para ''klien'' kelompok Basri mengalihkan ordernya ke kelompok John Key.

Saat itu banyak yang menduga bahwa terbunuhnya Basri merupakan buntut persaingan dua kelompok penagih utang tersebut. Tudingan semakin kuat ketika di pengadilan terbukti pelaku pembunuhan tersebut tak lain adalah beberapa anak buah John Key.

Bahkan, pertumpahan darah besar-besaran hampir terjadi tatkala ratusan orang bersenjata parang, panah, pedang, golok, dan celurit berhadapan di Jalan Ampera, Jaksel, persis di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, awal Maret 2005.

Saat itu berlangsung sidang pembacaan tuntutan terhadap terdakwa pembunuhan Basri. Beruntung delapan SSK Brimob Polda Metro Jaya bersenjata lengkap dapat mencegah terjadinya bentrokan tersebut.

Sebenarnya, pembunuhan terhadap Basri itu bukan tanpa pangkal. Konon, pembunuhan tersebut bermula dari bentrokan kelompok Basri dengan kelompok John Key di Diskotek Stadium di kawasan Taman Sari, Jakarta Barat, 2 Maret 2004.

Saat itu, kelompok Basri mendapatkan ''order'' untuk menjaga diskotek tersebut, namun mendadak diserbu puluhan anak buah John Key. Dalam penyerbuan itu, dua anak buah Basri yang menjadi petugas sekuriti di diskotek tersebut tewas dan belasan terluka.

Polisi bertindak cepat. Beberapa pelaku ditangkap dan ditahan. Kasusnya disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Namun, 8 Juni pada tahun yang sama, saat sidang mendengarkan saksi-saksi yang dihadiri puluhan anggota kelompok Basri dan John Key, meletus bentrokan.

Seorang anggota John Key bernama Walterus Refra Key alias Semmy Key terbunuh di ruang pengadilan PN Jakbar. Semmy adalah kakak kandung John Key. Hal itu diperkirakan menjadi pemicu pembunuhan terhadap Basri, selain persaingan bisnis.

Bukan hanya itu. Pada Juni 2007, aparat Polsek Tebet, Jaksel, juga pernah meminta keterangan John Key menyusul bentrokan di depan Kantor DPD PDI Perjuangan, Jalan Tebet Raya 46, Jaksel. Kabarnya, bentrokan tersebut terkait dengan penagihan utang yang dilakukan kelompok John Key terhadap salah seorang kader PDI Perjuangan di kantor itu.

Pada tahun yang sama, kelompok tersebut juga mengamuk di depan Diskotek Hailai, Jakut, hingga memecahkan kaca-kaca di sana tanpa sebab yang jelas.

Pagi pada 26 Desember 2006, John Key juga mengamuk di sebuah rumah di kawasan Pondok Gede Bekasi. Akibat perbuatannya, dia ditangkap aparat Polres Bekasi pada malamnya dan langsung ditahan. Esoknya, berkas kasus dan penahanannya dilimpahkan ke Polda Metro Jaya hingga kasusnya dilimpahkan ke Kejati DKI Jakarta sebulan berikutnya. Tito Refra, membantah kakaknya sebagai gembong preman. "Anggapan itu hanyalah penilaian masyarakat belaka tanpa bukti," katanya di Mapolda Jatim kemarin.


 Hercules
Hercules Rosario Marshal adalah nama aslinya... ia ternyata merupakan seorang pejuang yang pro terhadap NKRI ketika terjadi ketegangan Timor-timur sebelum akhirnya merdeka pada tahun 1999. Maka tak salah jika sosoknya yang begitu berkarisma ia dipercaya memegang logistik oleh KOPASUS ketika menggelar operasi di Tim-tim. Namun nasib lain hinggap pada dirinya, musibah yang dialaminya di Tim-tim kala itu memaksa dirinya menjalani perawatan intensif di RSPAD Jakarta.

Hampir setiap malam pertarungan demi pertarungan harus dia hadapi. “Waktu itu saya masih tidur di kolong-kolong jembatan. Tidur ngak bisa tenang. Pedang selalu menempel di badan. Mandi juga selalu bawa pedang. Sebab setiap saat musuh bisa menyerang,” ungkapnya

Rasanya tidak percaya Hercules preman yang paling ditakuti, setidaknya di kawasan Pasar Tanah Abang, Jakarta. Tubuhnya tidak begitu tinggi. Badannya kurus. Hanya tangan kirinya yang berfungsi dengan baik. Sedangkan tangan kananya sebatas siku menggunakan tangan palsu. Sementara bola mata kanannya sudah digantikan dengan bola mata buatan.




Tapi setiap kali nama Hercules disebut, yang terbayang adalah kengerian. Banyak sudah cerita tentang sepak terjang Hercules dan kelompoknya. Sebut saja kasus penyerbuan Harian Indopos gara-gara Hercules merasa pemberitaan di suratkabar itu merugikan dia. Juga tentang pendudukan tanah di beberapa kawasan Jakarta yang menyebabkan terjadi bentrokan antar-preman.

Belum lagi sejumlah tawuran antar-geng yang merenggut korban jiwa atau luka-luka. Sejak pertengahan 80-an kelompok Hercules malang melintang di kawasan perdagangan Tanah Abang. Tak heran jika bagi warga Jakarta dan sekitarnya, nama Hercules identik dengan Tanah Abang.

Meski tubuhnya kecil, nyali pemuda kelahiran Timtim (kini Timor Leste) 45 tahun lalu ini diakui sangat besar. Dalam tawuran antar-kelompok Hercules sering memimpin langsung. Pernah suatu kali dia dijebak dan dibacok 16 bacokan hingga harus masuk ICU, tapi ternyata tak kunjung tewas. Bahkan suatu ketika, dalam suatu perkelahian, sebuah peluru menembus matanya hingga ke bagian belakang kepala tapi tak juga membuat nyawa pemuda berambut keriting ini tamat. Ada isu dia memang punya ilmu kebal yang diperolehnya dari seorang pendekar di Badui Dalam.

Ternyata, di balik sosok yang menyeramkan ini, ada sisi lain yang belum banyak diketahui orang. Dalam banyak peristiwa kebakaran, ternyata Hercules menyumbang berton-ton beras kepada para korban. Termasuk buku-buku tulis dan buku pelajaran bagi anak-anak korban kebakaran. Begitu juga ketika terjadi bencana tsunami di beberapa wilayah, Hercules memberi sumbangan beras dan pakaian. Soal beras, memang tidak menjadi soal baginya karena Hercules memiliki tujuh hektar sawah di daerah Indramayu, Jawa Barat. Bahkan juga bantuan bahan bangunan dan semen untuk pembangunan masjid-masjid. Sisi lain yang menarik dari Hercules adalah kepeduliannya pada pendidikan. “Saya memang tidak tamat SMA. Tapi saya menyadari pendidikan itu penting,” ujar ayah tiga anak ini.

Maka jangan kaget jika Hercules menyekolahkan ketiga anaknya di sebuah sekolah internasional yang relatif uang sekolahnya mahal. Bukan Cuma itu, ketika Lembaga Pendidikan Kesekretarisan Saint Mary menghadapi masalah, Hercules ikut andil menyelesaikannya, termasuk menyuntikan modal agar lembaga pendidikan itu bisa terus berjalan dan berkembang.
Hercules pun aktif duduk sebagai salah satu pimpinan di situ.
Walau bertahun-tahun mengembara di negeri orang, tapi sosok Hercules tetap berpegang teguh pada nilai-nilai budaya Timor Leste. Hal ini terlihat jelas saat sejumlah armada Koran ini bertandang ke kediamannya yang terletak daerah Kebun Jeruk, Jakarta, pada medio Juni 2004. Kedatangan armada STL yang dikomandoi Godinho Barros, yang tidak lain adalah saudara sepupu Hercules diterima dengan penuh kekeluargaan.


Artikel Terkait by Categories



Widget by Uda3's Blog
Bagikan
gravatar


Probably no combination of outside forces with the Mafia conjures up more fear than a possible Investigators Among full-time alliance between the American mob and the Japanese yakuza.
http://www.suksestoto.com/

Sorotan

tinggalin jejak kalian