sudah benarkah shalat kita? (edisi video) sifat shalat nabi.
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada
Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan sahabatnya
dan para pengikutnya.
Setelah membahas tentang syarat, rukun, wajib dan sunnah-sunnah shalat dalam dua tulisan sebelumnya, pada kesempatan ini kita akan membahas tatacara shalat secara sempurna. Tulisan ini kami sarikan dari kitab Mulakhos Fiqhiyah karangan guru kami, Syaikh DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al Fauzan hafidzahullah ta’ala.
Rasulullah bersabda,
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ
“Shalatlah kalian sebagaimana melihat aku shalat.” [1]. Yaitu shalat secara sempurna baik rukun, wajib maupun sunnah-sunnahnya.
Tatacara Shalat
1. Rasulullah jika berdiri untuk shalat maka ia menghadap ke kiblat, kemudian mengangkat kedua tanganya dan mengucapkan “Allahu Akbar ”
2. Kemudian memegang tangan kiri dengan tangan kanan dan meletakkannya di atas dada.
3. Membaca do’a iftitah. Rasulullah tidak mengkhususkan satu bacaan iftitah, maka boleh membaca salah satu dari berbagai macam do’a iftitah yang diriwayatkan dari Nabi [2].
4. Membaca ta’awudz dan basmalah
5. Membaca surat al Fatihah dan mengucapkan “Amiin” selesai.
6. Membaca surat-surat dalam al-Qur’an. Kadang rasulullah membaca surat-surat yang panjang, kadang surat-surat pendek. Secara umum bacaan surat pada shalat subuh lebih panjang dari shalat yang lainnya. Rasulullah mengeraskan bacaan pada shalat subuh, dan dua rekaat pertama shalat magrib dan isya’.
7. Mengangkat tangan, bertakbir, kemudian rukuk. Merenggangkan jari-jemari tangan dan menggenggam kedua lutut serta meratakan punggung dan kepala. Lalu membaca “subhaana rabbiyal adzim” [3] atau yang semisalnya dari bacaan-bacaan rukuk.
8. Bangkit dari rukuk sambil mengucapkan “sami’allahu liman hamidah” [4]dan mengangkat kedua tangan.
9. Jika telah berdiri tegak mengucapkan “rabbana wa lakal hamd” [5]. Dan memanjangkan I’tidal (berdiri) ini [6].
10. Bertakbir tanpa mengangkat tangan dan sujud [7]. Sujud dengan meletakkan tujuh anggota sujud (yaitu kening serta hidung, dua telapak tangan, dua lutut, dan ujung kedua telapak kaki) diatas permukaan bumi. Menghadapkan jari-jemari tangan dan kaki ke kiblat. Menjauhkan antara perut dan paha, paha dan betis saat sujud. Lalu membaca “subhaana rabiyal a’la” [8] atau yang semisalnya dari bacaan-bacaan sujud [9].
11. Bangkit dari sujud sambil bertakbir. Kemudian melentangkan telapak kaki kiri dan duduk diatasnya serta menegakkan telapak kaki kanan –ini disebut duduk iftirasy-. Dilanjutkan dengan membaca “rabbighfirliy warhamniy wajburniy, wahdiniy warzuqniy” [10] atau yang semisalnya dari bacaan duduk antara sujud.
12. Bertakbir dan sujud sebagaimana sujud sebelumnya.
13. Bangkit, mengangkat kepala sambil bertakbir sambil bertumpu pada kedua paha dan lutut.
14. Setelah berdiri sempurna, kemudian membaca al fatihan dan dikerjakan sebagaiman rekaat pertama.
15. Duduk untuk tasyahud awal seperti duduk antara dua sujud. Meletakkan kedua telapak tangan diatas paha. Meletakkan ibu jari kanan pada jari tengah sehingga membentuk seperti cincin dan berisyarat dengan jari telunjuk [11]. Lalu membaca bacaan tasyahud, salah satunya sebagaimana riwayat Ibnu Mas’ud, bacaannya sebagai berikut:
التَحِيَّاتُ ِللهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَيِّبَاتُ, السَّلامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ, السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَالِحِيْنَ, أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ [12].
16. Bangkit sambil bertakbir dan mengerjakan rekaat ketiga dan keempat. Serta meringankannya dari rekaat yang pertama dan kedua. Dalam rekaat tersebut membaca surat al Fatihah.
17. Duduk tasyahud akhir dengan tawaruk, yaitu meletakkan kaki kiri di bawah kaki kanan, pantat di atas lantai/alas dengan menegakkan kaki kanan [13].
18. Membaca bacaan tasyahud akhir, seperti tasyahud awal ditambah shalawat atas Nabi.
19. Membaca do’a agar diselamatkan dari adzab jahannam, adzab kubur, fitnah kematian dan kehidupan, dan fitnah Dajjal [14]. Lalu membaca do’a yang diriwayatkan dari Nabi.
20. Terakhir, mengucapkan salam ke kanan, yaitu dengan mengucapkan “Assalamu’alaikum warahmatullah”. Memulai salam dengan posisi menghadap kiblat dan mengakhirinya pada posisi sempurna menoleh.
21. Jika selesai salam membaca istighfar tiga kali dan membaca dzikir-dzikir yang diriwayatkan dari Nabi.
Hal-Hal yang dimakruhkan dalam Shalat
Ada beberapa hal yang dimakruhkan dalam shalat yang hendaknya seorang muslim menghindarinya, diantara adalah:
* Menoleh kekiri atau kanan tanpa hajah [15].
* Mengangkat pandangan ke langit [16]. Disunnahkan mengarahkan pandangan ke tempat sujud.
* Memejamkan mata saat shalat tanpa hajah. Namun jika ada hajah misal ada gambar didepannya yang mengganggu maka tidak mengapa [17]
* Duduk Iq’aa, yaitu duduk seperti duduknya anjing, menghamparkan kedua telapak kaki dan pantat menyentuh alas/lantai [18].
* Menghamparkan kedua lengan saat sujud sehingga menyentuh lantai [19].
* Dimakruhkan mengerjakan shalat dalam kondisi pikirannya terganggu semisal karena hendak buang hajah, sudah dihidangkan makanan dan lainnya [20]
* Dimakrukahan shalat ditempat yang bergambar.
* Dimakrukan melakukan hal yang sia-sia dalam shalat seperti bermain dengan jari, baju, atau lainnya.
Hal-Hal yang Diperbolehkan dalam Shalat
Ada beberapa hal yang diperbolehkan (kadang disunnahkan) dalam shalat yang tidak mengapa dikerjakan, diantaranya:
* Menghalangi orang yang lewat di depan (dan dekat) pada saat kita shalat [21].
Disunnahkan bagi imam dan orang yang shalat sendirian shalat menghadap sutrah/penghalang [22]. Namun hal tersebut tidak wajib karena Rasulullah pernah shalat tanpa memakai sutrah [23].
* Jika bacaan imam ada yang salah maka makmum hendaknya membenarkannya dengan membaca bacaan yang benar.
* Dibolehkan membunuh binatang yang berbahaya yang menggangu shalat seperti ular dan kalajengking dan lainnya [24]
* Jika ada keperluan dengan orang yang shalat, misal izin atau ingin mengingatkan imam yang lupa, atau ingin memberinya peringatan terhadap sesuatu yang berbahaya maka tidak mengapa memberinya peringatan, bagi laki-laki dengan bertasbih dan bagi perempuan dengan bertepuk [25].
* Boleh mengucapkan salam bagi orang yang shalat jika kita mengetahui dia faham cara menjawab salamnya. Menjawab salam dalam shalat adalah dengan isyarat, bukan dengan lafadz/ucapan.
* Boleh dalam satu rekaat membaca beberapa surat, sebagaimana dulu Rasulullah pernah berdiri shalat dengan membaca al Baqarah, al Imran dan an Nisa’ [26]. Diperbolehkan juga mengulangi bacaan dalam rekaat yang berbeda atau membagi satu surat untuk beberapa rekaat. Boleh membaca akhir atau pertengahan surat karena Nabi juga pernah melakukannya [27], tetapi hendaknya tidak sering melakukannya.
* Jika membaca ayat-ayat yang berkaitan tentang adzab maka hendaknya memohong perlindungan dari Allah dan meminta kepada Allah jika membaca ayat-ayat berkaitan dengan rahmat.
Artikel ini merupakan uraian secara ringkas tentang tatacara shalat yang diriwayatkan dari Nabi. Hendaknya setiap muslim berusaha untuk memperhatikan dengan baik masalah shalatnya dan berusaha semaksimal mungkin sesuai petunjuk Nabi. Allah berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. al Ahzab: 21)
Semoga bermanfaat, sholawat dan salam semoga tercurah kepada Rosulullah serta keluarga dan sahabatnya.
Selesai ditulis di Riyadh, 2 Jumadil Awwal 1432 H (6 April 2011)
Abu Zakariya Sutrisno
Artikel: www.thaybah.or.id / www.ukhuwahislamiah.com
Note:
[1]. Dikeluarkan Bukhari (631)
[2]. Salah satu do’a iftitah yang diriwayatkan dari Nabi :
اَللَّـهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْـرِبِ, اَللَّهُـمَّ نَقِّنِي مِن خَطَايَاي كمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ, اَللَّهمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالبَرَد
“Ya Allah, jauhkanlah aku dari segala dosa-dosaku, sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari segala dosa-dosaku seperti dibersihkannya kain putih dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari segala dosa-dosaku dengan air, es dan embun”. Bukhari (711), Muslim (598)
[3]. Bacaan ini sebagaimana dalam hadist Hudzaifah, dikeluarkan Muslim (772)
[4]. Bacaan ini sebagaimana dalam hadist Anas, Bukhari (379, 689,805), Muslim (411).
[5]. –idem-, hadist Anas, Bukhari (379, 689,805), Muslim (411).
[6]. Tentang masalah bagaimana posisi tangan saat berdiri I’tidal ada khilaf dikalangan ulama, apakah ia diletakkan di dada seperti sebelum rukuk atau dibiarkan lurus ke bawah? Sebagian ulama (diantaranya Imam Ahmad) mengatakan terserah, boleh diletakkan di dada boleh dibiarkan lurus kebawah karena tidak ada nash yang jelas dalam masalah ini. Syaikh Utsaimin merajihkan pendapat bahwa tangan diletakkan di dada, karena itu yang lebih sesuai keumuman hadist Sahal bin Sa’ad tetang meletakkan tangan di dada dalam shalat, Bukhari (430) (Syarhul Mumti’, 2/104)
[7]. Lutut atau tangan dulu menyentuh tanah? Ada khilaf diantara para ulama dalam masalah ini. Ibnu Qoyim menguatkan pendapat bahwa lutut didahulukan dari tangan, karena yang lebih dekat ke tanah itu yang didahulukan baru yang diatasnya (Mukhtashor Zaad Ma’ad, hal.19). Ini juga yang dikerjakan Umar bin Khatab, dan merupakan pendapat tiga imam (Abu Hanifah, Syafi’I dan Ahmad). Dan lebih sesuai dengan hadist larangan menyerupai cara turunnya unta (Ahmad 2/381, Abu Dawud no. 840). Namun jika sulit (misal karena gemuk) tidak mengapa mendahulukan tangan. (lihat Syarhul Mumti’, 2/110-111).
[8]. Idem no.3, hadist Hudzaifah, dikeluarkan Muslim (772)
[9]. Disunnahkan pula berdo’a untuk diri sendiri dan mendo’akan umat Islam lainnya untuk kebaikan di dunia dan di akhirat karena sujud merupakan posisi paling dekat antara hamba dan Allah. (sebagaimana hadist Muslim, 482)
[10]. Sunnan Abu Dawud (850), Sunnah Ibnu Majah (898). Lihat Shahih Ibnu Majah (1/148)
[11]. Tentang menggerakakan jari telunjuk terjadi khilaf diantara para Ulama. Sebagian berpendapat digerakkan, diantara yang berpendapat demikian Ibnu Qoyiim (Mukhtashor Zaad Ma’ad, hal.21) berdasar hadist riwayat Za’idah Ibnu Qudamah. Sebagian mendha’ifkan hadist ini, sehingga berpandangan tidak digerakkan. Sebagian berpendapat digerakkan pada saat-saat tertentu (yaitu pada kalimat yang menunjukkan ketinggian Allah), diantara yang merajihkan hal ini adalah Syaikh Utsaimin (Syarhul Mumti’, 2/146).
[12]. Bukhari (6327), Muslim (402)
[13]. Tawaruk hanya dikerjakan dalam tasyahud akhir pada shalat yang memiliki dua tasyahud (Syarhul Mumti’, 2/217). Apabila shalat terdiri dari dua raka’at, seperti shalat Subuh, shalat Jum’at dan shalat Ied, maka duduk iftirasy –seperti duduk antara dua sujud-.
[14]. Membaca do’a: اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُـوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَـذَابِ القَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالمَمَاتِ وَمِنْ فِتْـنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّال
[15]. Berdasar riwayat Bukhari dari hadist ‘Aisyah (3291)
[16]. Berdasar riwayat Bukhari dari hadist Anas (750)
[17]. Ini makna dari pendapat Ibnu Qoyyim, lihat Zadul Ma’ad
[18]. Sebagaimana riwayat Ibnu Majah dari hadist Anas (896)
[19]. Berdasar riwayat Bukhari (822), Muslim (493) dari hadist Anas.
[20]. Berdasar riwayat Muslim dari hadist ‘Aisyah (560)
[21]. Berdasar riwayat Muslim dari hadist Ibnu ‘Umar (506)
[22]. Berdasar riwayat Abu Dawud (698), Ibnu Majah (954)
[23]. Berdasar riwayat Abu Dawud (718), Nasaai (752), Baihaqy (3480)
[24]. Berdasar riwayat Abu Dawud (921),Tirmidzi (790), Nasa’I (1203), Ibnu Majah (1245). Dishahihkan oleh Tirmidzi.
[25]. Berdasar riwayat bukhari (7190), Muslim (421) dari hadist Sahal bin Sa’ad
[26]. Idem no.3, hadist Hudzaifah, dikeluarkan Muslim (772)
[27]. Muslim (727) berikut video tata caranya dari takbir hingga salam : Wallahu a'lam.
Baca selengkapnya
Bagikan
Setelah membahas tentang syarat, rukun, wajib dan sunnah-sunnah shalat dalam dua tulisan sebelumnya, pada kesempatan ini kita akan membahas tatacara shalat secara sempurna. Tulisan ini kami sarikan dari kitab Mulakhos Fiqhiyah karangan guru kami, Syaikh DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al Fauzan hafidzahullah ta’ala.
Rasulullah bersabda,
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ
“Shalatlah kalian sebagaimana melihat aku shalat.” [1]. Yaitu shalat secara sempurna baik rukun, wajib maupun sunnah-sunnahnya.
Tatacara Shalat
1. Rasulullah jika berdiri untuk shalat maka ia menghadap ke kiblat, kemudian mengangkat kedua tanganya dan mengucapkan “Allahu Akbar ”
2. Kemudian memegang tangan kiri dengan tangan kanan dan meletakkannya di atas dada.
3. Membaca do’a iftitah. Rasulullah tidak mengkhususkan satu bacaan iftitah, maka boleh membaca salah satu dari berbagai macam do’a iftitah yang diriwayatkan dari Nabi [2].
4. Membaca ta’awudz dan basmalah
5. Membaca surat al Fatihah dan mengucapkan “Amiin” selesai.
6. Membaca surat-surat dalam al-Qur’an. Kadang rasulullah membaca surat-surat yang panjang, kadang surat-surat pendek. Secara umum bacaan surat pada shalat subuh lebih panjang dari shalat yang lainnya. Rasulullah mengeraskan bacaan pada shalat subuh, dan dua rekaat pertama shalat magrib dan isya’.
7. Mengangkat tangan, bertakbir, kemudian rukuk. Merenggangkan jari-jemari tangan dan menggenggam kedua lutut serta meratakan punggung dan kepala. Lalu membaca “subhaana rabbiyal adzim” [3] atau yang semisalnya dari bacaan-bacaan rukuk.
8. Bangkit dari rukuk sambil mengucapkan “sami’allahu liman hamidah” [4]dan mengangkat kedua tangan.
9. Jika telah berdiri tegak mengucapkan “rabbana wa lakal hamd” [5]. Dan memanjangkan I’tidal (berdiri) ini [6].
10. Bertakbir tanpa mengangkat tangan dan sujud [7]. Sujud dengan meletakkan tujuh anggota sujud (yaitu kening serta hidung, dua telapak tangan, dua lutut, dan ujung kedua telapak kaki) diatas permukaan bumi. Menghadapkan jari-jemari tangan dan kaki ke kiblat. Menjauhkan antara perut dan paha, paha dan betis saat sujud. Lalu membaca “subhaana rabiyal a’la” [8] atau yang semisalnya dari bacaan-bacaan sujud [9].
11. Bangkit dari sujud sambil bertakbir. Kemudian melentangkan telapak kaki kiri dan duduk diatasnya serta menegakkan telapak kaki kanan –ini disebut duduk iftirasy-. Dilanjutkan dengan membaca “rabbighfirliy warhamniy wajburniy, wahdiniy warzuqniy” [10] atau yang semisalnya dari bacaan duduk antara sujud.
12. Bertakbir dan sujud sebagaimana sujud sebelumnya.
13. Bangkit, mengangkat kepala sambil bertakbir sambil bertumpu pada kedua paha dan lutut.
14. Setelah berdiri sempurna, kemudian membaca al fatihan dan dikerjakan sebagaiman rekaat pertama.
15. Duduk untuk tasyahud awal seperti duduk antara dua sujud. Meletakkan kedua telapak tangan diatas paha. Meletakkan ibu jari kanan pada jari tengah sehingga membentuk seperti cincin dan berisyarat dengan jari telunjuk [11]. Lalu membaca bacaan tasyahud, salah satunya sebagaimana riwayat Ibnu Mas’ud, bacaannya sebagai berikut:
التَحِيَّاتُ ِللهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَيِّبَاتُ, السَّلامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ, السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَالِحِيْنَ, أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ [12].
16. Bangkit sambil bertakbir dan mengerjakan rekaat ketiga dan keempat. Serta meringankannya dari rekaat yang pertama dan kedua. Dalam rekaat tersebut membaca surat al Fatihah.
17. Duduk tasyahud akhir dengan tawaruk, yaitu meletakkan kaki kiri di bawah kaki kanan, pantat di atas lantai/alas dengan menegakkan kaki kanan [13].
18. Membaca bacaan tasyahud akhir, seperti tasyahud awal ditambah shalawat atas Nabi.
19. Membaca do’a agar diselamatkan dari adzab jahannam, adzab kubur, fitnah kematian dan kehidupan, dan fitnah Dajjal [14]. Lalu membaca do’a yang diriwayatkan dari Nabi.
20. Terakhir, mengucapkan salam ke kanan, yaitu dengan mengucapkan “Assalamu’alaikum warahmatullah”. Memulai salam dengan posisi menghadap kiblat dan mengakhirinya pada posisi sempurna menoleh.
21. Jika selesai salam membaca istighfar tiga kali dan membaca dzikir-dzikir yang diriwayatkan dari Nabi.
Hal-Hal yang dimakruhkan dalam Shalat
Ada beberapa hal yang dimakruhkan dalam shalat yang hendaknya seorang muslim menghindarinya, diantara adalah:
* Menoleh kekiri atau kanan tanpa hajah [15].
* Mengangkat pandangan ke langit [16]. Disunnahkan mengarahkan pandangan ke tempat sujud.
* Memejamkan mata saat shalat tanpa hajah. Namun jika ada hajah misal ada gambar didepannya yang mengganggu maka tidak mengapa [17]
* Duduk Iq’aa, yaitu duduk seperti duduknya anjing, menghamparkan kedua telapak kaki dan pantat menyentuh alas/lantai [18].
* Menghamparkan kedua lengan saat sujud sehingga menyentuh lantai [19].
* Dimakruhkan mengerjakan shalat dalam kondisi pikirannya terganggu semisal karena hendak buang hajah, sudah dihidangkan makanan dan lainnya [20]
* Dimakrukahan shalat ditempat yang bergambar.
* Dimakrukan melakukan hal yang sia-sia dalam shalat seperti bermain dengan jari, baju, atau lainnya.
Hal-Hal yang Diperbolehkan dalam Shalat
Ada beberapa hal yang diperbolehkan (kadang disunnahkan) dalam shalat yang tidak mengapa dikerjakan, diantaranya:
* Menghalangi orang yang lewat di depan (dan dekat) pada saat kita shalat [21].
Disunnahkan bagi imam dan orang yang shalat sendirian shalat menghadap sutrah/penghalang [22]. Namun hal tersebut tidak wajib karena Rasulullah pernah shalat tanpa memakai sutrah [23].
* Jika bacaan imam ada yang salah maka makmum hendaknya membenarkannya dengan membaca bacaan yang benar.
* Dibolehkan membunuh binatang yang berbahaya yang menggangu shalat seperti ular dan kalajengking dan lainnya [24]
* Jika ada keperluan dengan orang yang shalat, misal izin atau ingin mengingatkan imam yang lupa, atau ingin memberinya peringatan terhadap sesuatu yang berbahaya maka tidak mengapa memberinya peringatan, bagi laki-laki dengan bertasbih dan bagi perempuan dengan bertepuk [25].
* Boleh mengucapkan salam bagi orang yang shalat jika kita mengetahui dia faham cara menjawab salamnya. Menjawab salam dalam shalat adalah dengan isyarat, bukan dengan lafadz/ucapan.
* Boleh dalam satu rekaat membaca beberapa surat, sebagaimana dulu Rasulullah pernah berdiri shalat dengan membaca al Baqarah, al Imran dan an Nisa’ [26]. Diperbolehkan juga mengulangi bacaan dalam rekaat yang berbeda atau membagi satu surat untuk beberapa rekaat. Boleh membaca akhir atau pertengahan surat karena Nabi juga pernah melakukannya [27], tetapi hendaknya tidak sering melakukannya.
* Jika membaca ayat-ayat yang berkaitan tentang adzab maka hendaknya memohong perlindungan dari Allah dan meminta kepada Allah jika membaca ayat-ayat berkaitan dengan rahmat.
Artikel ini merupakan uraian secara ringkas tentang tatacara shalat yang diriwayatkan dari Nabi. Hendaknya setiap muslim berusaha untuk memperhatikan dengan baik masalah shalatnya dan berusaha semaksimal mungkin sesuai petunjuk Nabi. Allah berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. al Ahzab: 21)
Semoga bermanfaat, sholawat dan salam semoga tercurah kepada Rosulullah serta keluarga dan sahabatnya.
Selesai ditulis di Riyadh, 2 Jumadil Awwal 1432 H (6 April 2011)
Abu Zakariya Sutrisno
Artikel: www.thaybah.or.id / www.ukhuwahislamiah.com
Note:
[1]. Dikeluarkan Bukhari (631)
[2]. Salah satu do’a iftitah yang diriwayatkan dari Nabi :
اَللَّـهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْـرِبِ, اَللَّهُـمَّ نَقِّنِي مِن خَطَايَاي كمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ, اَللَّهمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالبَرَد
“Ya Allah, jauhkanlah aku dari segala dosa-dosaku, sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari segala dosa-dosaku seperti dibersihkannya kain putih dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari segala dosa-dosaku dengan air, es dan embun”. Bukhari (711), Muslim (598)
[3]. Bacaan ini sebagaimana dalam hadist Hudzaifah, dikeluarkan Muslim (772)
[4]. Bacaan ini sebagaimana dalam hadist Anas, Bukhari (379, 689,805), Muslim (411).
[5]. –idem-, hadist Anas, Bukhari (379, 689,805), Muslim (411).
[6]. Tentang masalah bagaimana posisi tangan saat berdiri I’tidal ada khilaf dikalangan ulama, apakah ia diletakkan di dada seperti sebelum rukuk atau dibiarkan lurus ke bawah? Sebagian ulama (diantaranya Imam Ahmad) mengatakan terserah, boleh diletakkan di dada boleh dibiarkan lurus kebawah karena tidak ada nash yang jelas dalam masalah ini. Syaikh Utsaimin merajihkan pendapat bahwa tangan diletakkan di dada, karena itu yang lebih sesuai keumuman hadist Sahal bin Sa’ad tetang meletakkan tangan di dada dalam shalat, Bukhari (430) (Syarhul Mumti’, 2/104)
[7]. Lutut atau tangan dulu menyentuh tanah? Ada khilaf diantara para ulama dalam masalah ini. Ibnu Qoyim menguatkan pendapat bahwa lutut didahulukan dari tangan, karena yang lebih dekat ke tanah itu yang didahulukan baru yang diatasnya (Mukhtashor Zaad Ma’ad, hal.19). Ini juga yang dikerjakan Umar bin Khatab, dan merupakan pendapat tiga imam (Abu Hanifah, Syafi’I dan Ahmad). Dan lebih sesuai dengan hadist larangan menyerupai cara turunnya unta (Ahmad 2/381, Abu Dawud no. 840). Namun jika sulit (misal karena gemuk) tidak mengapa mendahulukan tangan. (lihat Syarhul Mumti’, 2/110-111).
[8]. Idem no.3, hadist Hudzaifah, dikeluarkan Muslim (772)
[9]. Disunnahkan pula berdo’a untuk diri sendiri dan mendo’akan umat Islam lainnya untuk kebaikan di dunia dan di akhirat karena sujud merupakan posisi paling dekat antara hamba dan Allah. (sebagaimana hadist Muslim, 482)
[10]. Sunnan Abu Dawud (850), Sunnah Ibnu Majah (898). Lihat Shahih Ibnu Majah (1/148)
[11]. Tentang menggerakakan jari telunjuk terjadi khilaf diantara para Ulama. Sebagian berpendapat digerakkan, diantara yang berpendapat demikian Ibnu Qoyiim (Mukhtashor Zaad Ma’ad, hal.21) berdasar hadist riwayat Za’idah Ibnu Qudamah. Sebagian mendha’ifkan hadist ini, sehingga berpandangan tidak digerakkan. Sebagian berpendapat digerakkan pada saat-saat tertentu (yaitu pada kalimat yang menunjukkan ketinggian Allah), diantara yang merajihkan hal ini adalah Syaikh Utsaimin (Syarhul Mumti’, 2/146).
[12]. Bukhari (6327), Muslim (402)
[13]. Tawaruk hanya dikerjakan dalam tasyahud akhir pada shalat yang memiliki dua tasyahud (Syarhul Mumti’, 2/217). Apabila shalat terdiri dari dua raka’at, seperti shalat Subuh, shalat Jum’at dan shalat Ied, maka duduk iftirasy –seperti duduk antara dua sujud-.
[14]. Membaca do’a: اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُـوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَـذَابِ القَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالمَمَاتِ وَمِنْ فِتْـنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّال
[15]. Berdasar riwayat Bukhari dari hadist ‘Aisyah (3291)
[16]. Berdasar riwayat Bukhari dari hadist Anas (750)
[17]. Ini makna dari pendapat Ibnu Qoyyim, lihat Zadul Ma’ad
[18]. Sebagaimana riwayat Ibnu Majah dari hadist Anas (896)
[19]. Berdasar riwayat Bukhari (822), Muslim (493) dari hadist Anas.
[20]. Berdasar riwayat Muslim dari hadist ‘Aisyah (560)
[21]. Berdasar riwayat Muslim dari hadist Ibnu ‘Umar (506)
[22]. Berdasar riwayat Abu Dawud (698), Ibnu Majah (954)
[23]. Berdasar riwayat Abu Dawud (718), Nasaai (752), Baihaqy (3480)
[24]. Berdasar riwayat Abu Dawud (921),Tirmidzi (790), Nasa’I (1203), Ibnu Majah (1245). Dishahihkan oleh Tirmidzi.
[25]. Berdasar riwayat bukhari (7190), Muslim (421) dari hadist Sahal bin Sa’ad
[26]. Idem no.3, hadist Hudzaifah, dikeluarkan Muslim (772)
[27]. Muslim (727) berikut video tata caranya dari takbir hingga salam : Wallahu a'lam.